Selasa, 18 Oktober 2011

How do I meet my Friends....


Salah satu hakikat kodrat manusia yang paling dasar adalah keinginannya untuk mempunyai kehidupan sosial. Secara gamblang dapat diartikan bahwa manusia butuh manusia lain, dalam satu atau berbagai hal kebutuhan tersebut ditafsirkan.. Tapi mungkin yang paling banyak dipraktekan dalam kehidupan manusia adalah dengan mempunyai teman.. Aku juga manusia (Wah, kayak lagunya Seureus), jadi kebutuhan untuk bersosialisasi juga menjadi salah keinginan yang terdalam. Apalagi dengan berada di tempat yang baru seperti sekarang ini, dengan mempunyai banyak teman merupakan keuntungan tersendiri, karena bukan hanya bisa menghilangkan dampak negatif "kesendirian" tapi juga jika sewaktu-waktu aku butuh bantuan, salah satu atau beberapa dari sekian banyak teman yang kupunyai itu akan dapat memberikannya. Kecuali pribadi yang sangat-sangat-sangat introvert, aku tidak yakin kalau seseorang dapat hidup sendirian di atas dunia ini. Bahkan Tom Hank pun dalam film Castaway juga dengan "terpaksa" menciptakan seorang "teman" dari bola volley yang ikut terdampar bersama dengannya (yang dia beri nama "Wilson"). Tujuannya cuman untuk memenuhi kebutuhan si Tom Hanks untuk menjadi "sosok" yang akan mendengarkan setiap perkataan dan keluh kesahnya atau bahkan untuk menjadi pelampiasan kegembiraannya saat dia berhasil melakukan sesuatu.

Cast Away


Wilson the Volleyball


Nah jika klausul-klausul sifat manusia di atas disilangkan dengan kondisi ku sekarang yang berada di Stouffer Place apartment, akan menjadi alasan utama buatku untuk melakukan sosialisasi dengan sesama penghuni di kawasan ini. Seperti yang sudah kuceritakan dalam note sebelumnya, kalau apartment Stouffer ini merupakan lokasi perumahan yang diperuntukan untuk tiga kategori mahasiswa di KU ini, yaitu mahasiswa undergraduate dan sudah menikah, mahasiswa graduate single dan mahasiswa graduate yang telah berkeluarga. Lokasinya berada di kaki Daisy Hills, tempat apartment ku yang sebelumnya McCollum berada. Beda dengan McCollum yang selalu ramai dengan cerianya kawula mula undergraduate yang selalu heboh dengan pesta-pesta dan acara pulang malamnya (aku baru tahu kalau safebus yang tiap malam menghantarkan mahasiswa dari residence hall ke downtown dan sebaliknya tersebut dimaksudkan supaya mereka yang sudah mabuk saat minum-minum di bar di downtown, tidak mengalami kecelakaan--menurut Vijay Barve, suaminya Narayani Barve teman se lab ku, safebus = drunken bus.. Haaahh..!!). Stouffer Apartment cenderung untuk adem-adem dan tenang, karena bangunannya yang terpencar-pencar (ada kurang dari tigapuluhan bangunan berlantai dua yang diberi nama Building 1, Building 2 dan seterusnya) dan masing-masing penghuninya sibuk dengan urusan masing-masing. Hanya kadang-kadang, sering kita temukan penghuni Stouffer ini dengan keluarganya masing-masing bermain bareng di taman bermain yang disediakan di berbagai lokasi tanah lapang di sekitar apartmentnya tersebut... Jadi, berhubung dengan situasi tersebut, aku cenderung untuk memanfaatkan berbagai kondisi yang ada untuk mencari teman sebanyak-banyaknya dari sesama penghuni Stouffer ini.

Stouffer Place Apartment. Di background adalah residence hall di Daisy Hills

Stouffer Place Apartment

Yang pertama-tama tentunya adalah beberapa orang Indonesia yang juga sama-sama menghuni apartment Stouffer. Beberapa dari mereka sudah kuceritakan dalam postingan ku dulu ketika menceritakan suasana lebaran di Kansas ini. Mereka antara lain adalah Marlyn, yang pertama kutemui di acara Housewarming di belakang Hill Top, terus ada Pak Taufik Dawud, seorang dosen dari Aceh yang kutemui ketika selesai shalat jum'at di ILC. Terus ada Mbak Nanik dan suaminya Mas Kustiawan yang dosen di salah satu universitas di Sulawesi. Kabar terbaru dari pasangan suami istri ini adalah, Mbak Nanik sudah melahirkan seorang bayi perempuan secara caesar beberapa waktu yang lalu. Sampai sekarang, aku belum melihat Mbak Nanik kembali dari rumah sakit di Kansas City tempat dia melahirkan tersebut. Kayaknya membutuhkan waktu yang lama untuk recovery setelah operasi tersebut. Kemudian ada Mbak Becca dan suaminya. Mbak Becca ini satu kuliahan dengan Mas Kus. Lalu ada mahasiswa undergraduate, Esterania Armanto. Dia sempat mengkritik ku karena salah dalam membuat namanya di postingan tentang lebaran di Kansas dulu.Semua yang kusebutkan di atas, kecuali Ester, adalah mahasiswa graduate yang mendapatkan beasiswa dari Fulbright. Masih ada beberapa orang Indonesia lainnya yang kukenal via Facebook di Stouffer ini, tapi belum pernah ketemu secara langsung, seperti Mbak Christine Bangun dan Mas Rio... Tapi mudah-mudahan seiring dengan waktu, aku bakal bisa ketemu dengan mereka.

Kemudian ada teman-teman dari negara lain. Yang paling jelas adalah Narayani dan Vijay Barve serta anak perempuan mereka (aku lupa namanya). Narayani ini adalah teman satu lab ku, walaupun dia tidak bekerja dengan suatu eksperimen tertentu di Museum, tapi dia satu ruangan dengan Andres dan Carl. Narayani ini orangnya sangat baik, sering memberikan petunjuk tentang berbagai hal yang ingin kuketahui, terutama saat awal-awal aku sampai di Kansas ini. Kemudian mereka juga sering mencarikan alat-alat rumah tangga yang kubutuhkan untuk apartemen ku. Termasuk meminjamkan mobilnya untuk menjemput suatu barang yang tidak bisa dibawa dengan tenaga secara langsung. Terakhir, Vijay mencalonkan diri untuk ikut dalam election untuk menjadi Student Liaison Representative (perwakilan mahasiswa untuk setiap sidang senat di Universitas) dari Stouffer Community. Aku pas voting kemaren, ngasih suaraku ke Vijay. Tapi ketika hari ini hasilnya keluar, ternyata Vijay tidak terpilih dan calon dari China yang terpilih untuk jabatan tersebut. Yah, mungkin belum beruntung untuk kali ini..

Terus ada juga beberapa orang kenalan yang sering kutemui selama beraktifitas di Islamic Center of Lawrence. Kebanyakan aku hanya kenal wajah tapi tidak tahu dengan pasti nama mereka. Seperti misalnya salah seorang teman dari Bangladesh yang awalnya kutemui dan kuajak berbincang di acara berbuka puasa di ILC. Waktu itu dia ada menyebutkan namanya, tapi kemudian aku lupa. Beberapa hari yang lalu, ketika kami sama-sama pulang dari shalat Isha berjamaah di ILC, dia kembali menanyakan nama dan nomor telpon ku. Aku kembali ingat, kalau namanya adalah Wali dan ternyata dia tinggal di building 24 dan dia sangat senang karena mengetahui aku juga tinggal di Stouffer di building 18 yang tidak begitu jauh dari tempatnya. Lalu ada Ali, mahasiswa graduate dari Irak. Dia mengambil program teknik atau komputer kalau aku tidak salah. Dia juga kutemui di ILC waktu berbuka puasa dulu. Setelah itu ada Iesha dan Rasha, dua orang muslimah yang tinggal tepat di lantai dua apartemen ku, building 18. Iesha (baca: Aisha) ini adalah muslimah Afro-American yang masuk Islam beberapa tahun silam, bertubuh tinggi besar dan memakai hijab khas wanita timur tengah warna warni, tapi bukan Burkha ala wanita dari kaum Sunii dan Syiah di Irak yang cenderung selalu berwarna hitam atau gelap. Pokoknya Iesha ini adalah contoh muslimah teladan yang selalu aktif dalam mengkoordinir berbagai kegiatan keislaman di ILC. Sedangkan Rasha adalah wanita asal Irak. Sebenarnya dia sudah menikah dan punya anak, tapi terpaksa meninggalkan mereka demi menuntut ilmu. Menurut Iesha, dia menumpang di sini, artinya Rasha lah yang jadi penghuni tetap di Stouffer Building 18 tersebut. Tapi itu biasa saja, karena sesama Muslim bukannya harus saling menolong. Selain mereka ini, aku juga kenal wajah dengan beberapa keluarga dari Arab, Libanon, Palestina dan negara-negara timur tengah lainnya.

Kemudian yang asyiknya, ada beberapa orang dari China, China Taipei dan Korea yang tinggal di Stouffer ini dan kukenal secara kebetulan. Yang pertama adalah Suu, seorang mahasiswa graduate dari Korea Selatan. Dia belajar salah satu ilmu sosial, kalau tidak ekonomi, mungkin semacam ilmu filsafat. Dia kutemui ketika suatu sore aku lagi bersih-bersih teras dan kulihat dia berjalan-jalan di sepanjang teras dan jalur penghubung antara building dengan perlahan-lahan. Ketika kusapa, kenapa tidak berjalan melewati lapangan rumput saja, supaya bisa lebih cepat, dia berucap dengan tutur bahasa inggris yang perlahan dan sedikit susah dimengerti, kalau dia takut dengan duri-duri dan lubang-lubang galian yang mungkin ada di lapangan rumput tersebut. Suu ini adalah perempuan Korea dengan typical jadul; maksudnya, dari ukuran tubuh, dia termasuk mungil dan mengenakan kacamata, terkesan agak lamban. Ketika dia tahu aku mahasiswa graduate untuk jurusan Biology, dengan sedikit mengkeret dia bilang "Biology is really difficult to study.."   Yuhuuuu, aku setuju, tapi bukankah itu jadi tantangannya? Kalau mudah, tentu saja aku gak perlu jauh-jauh pergi kuliah ke sini kan? He he he he...  Di kemudian hari aku baru tahu kalau Marlyn (teman yang dari Indonesia) kenal dengan Suu ini. Beberapa hari yang lalu, Marlyn mengirim pesan ke inbox ku, bilang kalau dia mau minta bantuan mengangkat AC (Ar Conditioner) yang diberikan oleh temannya di Building 16. Kebetulan aku lagi kosong waktu itu. Juga Building 16 dekat dengan Building 18 tempat ku tinggal, yang juga bersebelahan dengan Building 20 tempat tinggal Marlyn. Pas ke tempat Marlyn, aku bertanya bagaimana dia bisa kenal dengan temannya yang mau memberikan AC itu, dia bilang waktu dia baru tinggal di Stouffer, saat lewat di depan Building 16, dia melihat seorang wanita Korea lagi mondar mandir dengan gelisah di depan pintu apartmentnya. Alasannya karena dia baru saja datang di Stouffer, tidak punya teman di sana, tidak punya HP dan yang paling parah, karena suatu sebab, kartu kreditnya diblokir. Saat Marlyn mendekatinya, si wanita Korea ini bilang dia perlu menelpon segera ke temannya yang ada di Korea untuk membantu mengurus soal kartu kreditnya ini. Marlyn yang waktu itu belum mempunyai HP menawarkan bantuan menelpon lewat Skype. Akhirnya, masalah kartu kredit tersebut bisa diatasi dan mereka berdua ujung-ujungnya menjadi teman. Beberapa saat sebelum Marlyn mengirim pesan minta tolong tadi, ternyata mereka berdua kembali ketemu dan di wanita Korea tadi bilang kalau dia belum mengucapkan terima kasih. Kemudian setelah itu dia menawarkan pada Marlyn apakah mau menerima AC yang dia punya, karena dia sendiri punya dua. Tentu saja kalau diberi, gak ada alasan untuk menolak. Nah, pas menuju ke apartement temannya Marlyn itulah, aku baru tahu kalau ternyata dianya adalah si Suu yang kutemui dulu itu.. Ha ha ha... Ternyata, dia teman dari teman...

Kemudian ada lagi cerita tentang bagaimana aku bertemu dengan Michelle dan Terry. Keduanya dari Taiwan. Keduanya bukan pasangan suami istri atau pacaran gitu, tapi karena keduanya aku kenal hampir secara bersamaan, dan negara asalnya sama, makanya aku buat secara langsung saja keduanya. Michelle aku kenal karena dia dua minggu yang lalu memasang iklan di notice board bahwa dia akan memberikan beberapa furniture secara gratis karena akan pindah dan merasa terlalu berat untuk membawanya. Aku mengontak nomor yang disediakan di pengumuman tersebut dan dibalas bahwa si Michelle ini bersedia memberikannya kepadaku. Akhirnya pada jam yang ditetapkan, aku datang untuk menjemput barang-barang yang mau diberikan tersebut, berupa meja belajar, kursi serta tong sampah. Michelle ini tinggal di Building 26 kamar 6, satu building dengan Pak Taufik dan Mas Kus serta Mbak Nanik. Pas sampai di tempatnya si Michelle ini, ternyata ada seseorang lain, yang kupastikan juga orang China, sedang mengangkat sebuah meja pendek dari kayu yang kelihatannya cukup berat. Kemudian aku langsung menemui wanita di apartment itu yang kupastikan adalah Michelle, karena hanya dia yang ada di sana. Eh, pas ketemu, dia langsung bilang "Are you here to help him?" Katanya sambil menunjuk si cowok China yang lagi kerepotan mengangkat meja kayu tadi. Aku gelagapan. Kok gak ingat dia kalau sudah janjian aku mau ngambil barang yang ditawarkannya? "Oh, I just came by accidentally" aku juga gak tau kenapa gak bilang kalau aku sudah janjian. Setelah bilang begitu aku langsung balik badan dan pergi dari sana.

Rencananya, setelah tidak jadi mengambil furniture yang ditawarkan Michelle, aku pengen pergi ke mesjid di ILC karena waktunya sudah mendekati maghrib. Tapi pas berjalan melewati Anna Drive menuju ke 19th street, aku kembali melihat si cowok China yang membawa meja kayu tadi, tetap dengan gesture yang menggambarkan kalau dia lagi "butuh bantuan". Sebagai orang yang baik hati (plus tidak sombong dan rajin menabung), aku menawarkan bantuan. Dia menyambut tawaranku dan jadilah kami beruda mengangkat meja yang lumayan berat itu berdua--tentunya kalau berdua sudah tidak berat lagi. Si cowok China ini, yang kutaksir umurnya masih di bawah tigapuluhan ini bercerita dengan bahasa inggris yang cukup lancar juga. Dari nada suaranya, terlihat dia orang yang cukup pintar bergaul dan ramah. Dia berkacamata dan beberapa jerawat menghiasi wajahnya yang bermata sipit itu. Dia tinggal di lantai dua building 24 yang dekat dengan 19th street. Setelah sampai di depan pintu apartmentnya, kami bisa sedikit agak santai dan bercakap-cakap. Seperti biasa, kalau dua orang student ketemu, yang ditanya setelah nama adalah kuliah dimananya. Pas aku bilang di graduate program Biology, dia, yang memperkenalkan diri dengan nama Terry ini, bilang kalau dia dulu kuliah S1 nya juga di bidang Biology. Cuma sekarang untuk graduate program dia mengambil bidang Linguistik yang terkait dengan proses fisiologis manusia. Jadi tidak terlampau jauh jatuhnya dari biologi kan? Saat kutanya apakah dia dari China, dia mengoreksi dengan bilang kalau dia dari Taiwan atau China Taipeh. Dia  juga bilang kalau Michelle yang barusan memberikan dia meja tersebut juga berasal dari negara yang sama. Ternyata si Terry ini juga melihat pengumuman yang dibuat di Michelle ini dan mempunyai maksud yang sama dan kebetulan datang sedikit lebih duluan dari aku. Ha ha ha.. Gak masalah la kalau demikian, karena sebenarnya aku juga sudah punya meja belajar yang diberikan oleh Pak Taufik kepadaku sebelumnya. Mungkin memang si Terry ini lebih butuh dari ku..

Berlanjut ke omong-omong lainnya, aku kaget kalau dia ternyata tahu dengan lagu "Soleram" yang berasal dari negara kita Indonesia tercinta. Terry bilang, kalau dia suka dengan iramanya dan sampai sekarang dia hanya ingat dua kata dari lagu tersebut, yaitu "soleram' nya sendiri dan "aku" yang dia secara benar menterjemahkan menjadi "I" dalam bahasa inggris. Sebagai warga negara yang bai, aku tentu ikut promo tentang kebudayaan Indonesia dan bilang bahwa lagu tersebut hanya sebagian kecil dari banyak lagu di negara Indonesia yang punya sekian banyak lagu daerah. Akhirnya kami pun tukar-tukaran nomor HP dan berjanji untuk suatu waktu untuk saling mengunjungi lagi. Tapi mungkin karena dasarnya orang-orang China atau China Taipe ini gak ada pantangan dengan yang namanya alkohol, beberapa hari yang lalu aku menerima SMS dari si Terry ini kalau dia ingin pergi ke party seorang temannya dan ingin mengajak aku. Di sini, di Amerika ini, kalau yang namanya party, pasti ada minuman beralkoholnya. Walau dia bilang drinking not obligatory, tapi yaah, aku tentu saja dengan suka cita menolaknya. Lebih baik mencegah daripada mengobati, kan?? Satu lagi persamaan kami, adalah sama-sama suka mengunjungi Ambler Student Recreational Center di akhir pekan sebagai "weekend athlete". Ha ha ha... Asyik kan kalau sekarang pergi nge-gym dan ada teman??

Nge-gym bareng..

Kembali ke cerita tentang si Michelle, malamnya setelah kejadian dia tidak mengenali aku itu, dia mengirimkan pesan singkat yang menanyakan apakah aku yang bernama Terry. Aku menjawab bukan, karena memang bukan namaku, kan? Terus aku bilang saja kalau aku tidak jadi pergi ke tempatnya sesuai dengan perjanjian, karena kebetulan ada perlu yang lain (sedikit bohong demi menyelamatkan muka, hi hi hi). Kemudian dia menanyakan, apakah aku masih berminat dengan furniture yang dia tawarkan. Aku tentu menjawab iya, karena aku butuh. Akhirnya, kami menjadwal ulang waktunya menjadi besok harinya. Dan voila, dengan sedikit perubahan penampilan, si Michelle ini tidak mengenali aku lagi yang kemaren hari datang dan tidak dikenalinya sebagai orang yang kemaren dengan lugunya mampir ke rumahnya karena udah janjian. Kemudian dia juga bilang kalau dia telah salah menganggap si Terry adalah aku sebagai orang yang telah janjian dengannya. Mungkin si Terry itu langsung datang saja setelah membaca pengumuman yang dipasang Michelle tanpa membuat perjanjian via telpon, sehingga kejadiannya seperti yang kemaren itu. Dan sukses lah aku mendapatkan bantuan sebuah meja belajar, kursi yang cukup empuk dan sebuah trash bin yang bisa kupakai mengornisir sampah-sampah di dapur. Bahkan besok harinya, kembali si Michelle tersebut menawarkan sebuah kipas angin dan lampu belajar. Aku sih oke-oke saja. Kipas angin memang belum perlu sekarang, karena cuaca sudah mulai dingin. Sedangkan lampu belajar bisa membantuku untuk lebih konsentrasi saat belajar. Saat serah terima barang-barang tersebut, dia bilang "This is the last time I give to you, because I'm moving now...."

Yah, makasih banyak Mbak. Mudah-mudahan dilancarkan semua urusannya.. Dengan demikian, aku juga makin bisa hidup dengan layak lah.. Ternyata dari ritual beri memberi dan kasih mengasih ini, aku tahu bahwa kebanyakan barang-barang yang dipunyai oleh penghuni Stouffer memang berasal dari tradisi saling memberikan sumbangan tersebut. Si Michelle bilang bahwa barang-barang yang diberikannya tersebut merupakan pemberian dari temannya pula. Begitu pula dengan Suu yang sudah memberikan AC nya kepada Marlyn, juga bilang kalau dia punya dua buah mesin itu, karena kedua-duanya diberikan oleh temannya.

Furniture

Tapi di atas itu semua, aku sangat bersyukur karena punya kemampuan bersosial yang cukup baik, sehingga bisa mempunyai teman di tempat tinggal yang baru ini. Mudah-mudahan mereka semua bukan lah orang terakhir yang ada di dalam daftar teman ku, karena masa depan masih panjang di Kansas ini. Aku masih ingin punya teman dari kaum Black American, karena selama ini orang hitam yang kukenal adalah orang-orang Afrika tulen yang memang belajar di sini dengan meninggalkan negaranya yang ada di benua hitam tersebut. Yang aku maksudkan adalah mereka kulit hitam Amerika yang kalau ngomong suka ceplas-ceplos dan pintar dance serta nge-rap. Tapi tentunya siapa saja ingin aku berteman dengan mereka.... Ah, mudah-mudahan lah...

Terakhir, ada satu hal yang paling mendasari note kali ini dan masih terus terngiang-ngiang di telinga adalah perkataan dari salah seorang dosenku dulu (yang kemudian hari menjadi kolegaku sesama pengajar di Universitas Andalas): "Carilah teman sebanyak mungkin, karena kita tidak tahu dari teman yang mana rejeki kita bakal datang"

Dan sepertinya aku sudah membuktikannya sedikit demi sedikit...

Alhamdulillah

Rabu, 12 Oktober 2011

Ini Baru Musim Gugur


Hari senin kemaren dan selasa hari ini terhitung sebagai Fall Break untuk universitas. Mungkin ini memang bertepatan sekali dengan memuncaknya musim gugur ini, yang tentunya baru pertama kali kusaksikan. Sebagian besar pepohonan  yang ada di sini dengan serentak menggugurkan daun-daunnya yang sejak beberapa minggu sebelumnya sudah mulai menguning sampai akhirnya menjadi coklat. Ditambah beberapa hari belakangan angin bertiup dengan cukup kencang sehingga daun-daun mati yang hanya menempel sekedarnya pada tangkainya tersebut berguguran serempak.. Aku jadi teringat beberapa scene film-film luar negeri yang menggambarkan lakonnya sedang berjalan di antara pepohonan, tepat ketika angin bertiup menggugurkan daun-daun coklat seiring dengan kibaran rambut sang lakon (kalau lakonnya punya rambut, lho) dan pakaian yang dipakainya (kalau yang ini dalam film-film lama yang kostum pemainnya berjumbai-jumbai). Kalau bagiku, tiupan angin yang menerbangkan dedaunan di musim gugur ini agak sedikit kurang bisa dihayati layaknya film-film tersebut, karena maklum, masih merasa kedinginan, walaupun sudah memakai sweatcoat di atas baju dua lapis yang kupakai. Beginilah kalau warga tropis mengungsi ke kawasan temperate.. Ha ha ha...

Walking in a Autumn

Yang mungkin harus diperhatikan dari makin memuncaknya musim gugur ini adalah mulai makin sempitnya waktu siang hari. Sekarang-sekarang ini yang dinamakan dengan pagi hari adalah jam tujuh lewat, saat di mana matahari mulai menampakkan cahayanya dan tenggelamnya pada pukul setengah tujuh lewat. Kalau aku perhatikan jadwal shalat untuk Lawrence ini yang biasanya kudapatkan secara online, setiap hari jam shalat maju sekitar 1 sampai dengan tiga menit. Hmmm.. Bisa kubayangkan kalau nanti saat musim dingin waktu siang pasti akan menjadi semakin pendek. Kabar "baik" lain yang kuterima ketika bercakap-cakap dengan Marlyn dan Mbak Becka (orang-orang Indonesia yang juga menuntut ilmu di KU ini dan juga kebetulan menghuni block Stouffer Place Apartment yang sama denganku), musim dingin terakhir yang terjadi di Kansas cukup parah. Sebagai perbandingannya, musim dingin tahun lalu membuat tumpukan salju sampai setinggi lutut orang dewasa, sangat jauh meningkat dibandingkan dengan yang sebelumnya yang hanya semata kaki. Wuiiiiih.... tapi tentunya dengan ngomong-ngomong dengan para "pendahulu" ku ini yang sudah mengalami musim dingin di sini duluan daripadaku, aku mendapatkan berbagai tips yang bisa digunakan untuk menghadapi musim dingin ini. Mudah-mudahan dengan bekal pengetahuan ini aku bisa menghadapi musim dingin yang tinggal beberapa bulan lagi ini..

Autumn Clock



Tadi pagi aku bangun lebih cepat dari biasanya. Sekali ini aku ingin pergi ke Islamic Center untuk melakukan shalat Shubur berjamaah. Aku sebenarnya penasaran apakah di ILC ini ada shalat Shubuh berjamaahnya. Dari informasi yang kudapatkan beberapa malam sebelumnya saat selesai melaksanakan shalat Isya berjamaah, ternyata ada shalat Shubuh berjamaahnya. Di sini shalat Shubuh disebut dengan shalat Fajri dan waktu pelaksanaannya untuk saat sekarang adalah pada pukul 6.45. Walaupun sebenarnya adzan sudah dikumandangkan pada pukul 06.07 sebelumnya, ternyata jamaahnya (gak sampai sepuluh orang) baru datang sekitaran pukul 06.30. Nah saat aku bangun jam enam kurang, setelah menggeliat-geliat, kucek-kucek mata dan cuci muka ke kamar mandi, aku segera berangkat ke ILC. Ternyata pagi itu sangat dingin dan berkabut. Lumayan tebal, sampai-sampai aku tidak bisa melihat McCollum Residence Hall yang ada di puncak Daisy Hill dengan jelas. Saat berjalan menuju ke ILC aku juga sempat berpapasan dengan beberapa orang bule. Ada yang kayaknya mahasiswa yang baru pulang dari tempat temannya, karena masih nyandang-nyandang tas sekolah. Ada juga beberapa orang yang lagi menunggu bis di tempat perhentian bis yang kebetulan ada di depan ILC. Kayaknya mereka lagi menuju bis yang menuju ke Kansas City. Kemungkinan mereka ada urusan di sana atau malah punya kerja di sana. Jadi ingat diriku sendiri yang sejak awal kedatanganku tidak pernah kemana-mana. Mudah-mudahan saja, nanti bisa jalan-jalan melihat-lihat negeri Paman Sam ini dengan lebih leluasa, termasuk juga rencana untuk mengunjungi Fangyuan yang ada di Florida.

Foggy Morning

Setelah selesai Shubuh berjamaah dan sebagian jamaah sudah beranjak kembali ke rumahnya masing-masing, aku juga kembali menuju ke Stouffer. Kabut sudah tidak setebal pagi tadi lagi, tapi tetap saja di kejauhan, bangunan-bangunan yang berada di ketinggian masih diliputi warna putih tersebut. Hewan-hewan seperti tupai dan burung-burung yang tidak melakukan migrasi ke bagian ekuator bumi mulai mengeluarkan dirinya sembari bernyanyi lirih. Sampai saat ini aku masih sering melihat bangkai hewan-hewan liar yang tertabrak oleh kendaraan. Yang paling umum kulihat adalah bangkai tupai yang terlindas oleh mobil. Hewan ini cenderung sedikit lamban kalau saat melintas di jalanan, sehingga banyak pengemudi yang membawa mobilnya dalam keadaan cepat tidak sempat lagi mengerem dan terpaksa menabrak hewan ini. Walaupun warga Amerika kuketahui sangat toleran dengan keberadaan hewan-hewan dan biasanya mereka akan berhenti saat ada hewan menyeberang jalan, tapi kalau sudah berada pada jalan-jalan yang bersifat bebas hambatan, biasanya akan sulit sekali untuk tidak menabrak hewan-hewan yang menyeberang, terutama kalau sudah mepet sekali kondisinya. Untung saja, kayaknya di sini tidak berlaku undang-undang yang memberikan hukuman jika kita menabrak hewan liar. Lain kalau yang ditabrak adalah hewan peliharaan dan sang pemilik mengajukan tuntutan.

R-I-P.... Actually, It's not peace at all

Kembali bercerita tentang apartment ku yang sekarang, ternyata mempunyai apartment dengan dua ruangan tidur membuat apartment ini terkesan sangat kosong, terutama karena aku pindah ke sini dengan hanya membawa barang-barang yang sangat basic sekali: pakaian, buku-buku, peralatan mandi dan beberapa buah selimut. Untung saja pada saat pindahan kemaren aku diberi sumbangan oleh pembimbingku, Townsend Peterson, dua box berisi peralatan dapur, termasuk setrika, toaster atau pemanggang roti listrik, blender. Ditambah dengan beberapa selimut dan keranjang cucian yang disumbangkan oleh Carl yang saat itu membantu aku pindahan dengan mobil pinjaman dari Robin. Belakangan, beberapa orang sister dari MSA (Persatuan Mahasiswa Muslim) di KU ini memberikan beberapa buah bantal serta microwave, jadi lumayan lah untuk tidur aku mendapatkan kenyamanan. Sebenarnya pada beberapa hari awal menempati Stouffer ini aku sedikit mengalami kesulitan tidur. Entah karena memang kondisi tubuh yang saat itu sudah mencapai titik letihnya, atau karena batuk yang mendera, atau karena memang kondisi rumah baru yang seharusnya "dirukyah" dulu... He he he... Maksudnya bukan dilakukan ritual pengusiran arwah jahat ala kepercayaan tradisional kebanyakan masyarakat kita, tapi melakukan bersih-bersih dengan menyapu atau mengepel lantainya. Tapi ritual awal masuk rumah baru tersebut tidak sempat kulakukan, karena memang saat pindah itu aku langsung ikut kegiatan gathering for charity yang dilakukan agak sedikit di luar kota Lawrence. Juga aku gak punya sama sekali alat-alat untuk membersihkan rumah. Sapu saja baru kupinjam dari Marlyn beberapa hari kemudian untuk menyapu tumpahan makanan yang jatuh ke lantai dapur. Selebihnya masih seperti sediakala. Aritnya debu-debu dari sisa penghuni yang lalu mungkin masih ada. He he he... Bodoh amat lah.. Hal itu nanti saja dilakukan. Lagian kondisi ku sudah mulai kembali fit seperti sedia kala. Mungkin ritual bersih-bersih tadi bisa dilakukan nanti saat ada waktu yang lebih lapang. Mungkin setelah musim dingin.


Mungkin karena merasa apartment yang kosong tersebut, aku sering searching di website tertentu seperti craiglist (di sini, website yang satu ini sangat tersohor, karena banyak digunakan oleh orang untuk menjual barang-barang bekas kepunyaan, di samping beragam layanan lain seperti tawaran pekerjaan, garage sale, bahkan sampai ke nyari jodoh). Satu link yang sering kulihat adalah link free, karena di sana banyak orang-orang yang memberikan berbagai macam barang-barang rumah tangga layak pakai kepada orang lain secara cuma-cuma. Di sini, biasanya kalau orang mendapatkan barang-barang baru, yang lama akan segera dibuang. Dan biasanya mereka menempatkannya di pinggir halaman rumahnya. Siapapun bebas untuk mengambilnya, karena memang itulah yang diinginkan oleh si pemilik semula: get rid of this stuff ASAP... Ha ha ha... Lumayankan dapat barang-barang rumah tangga tanpa mengeluarkan duit? Di sini, seperti mengutip ucapan dari teman-teman sesama mahasiswa Internasional: setiap dollar itu berharga. Jadi menghemat pengeluaran dengan melakukan cara-cara seperti ini rasanya sah-sah saja.



Satu hal yang menarik perhatianku di craiglist tersebut, selain tampilannya yang memang sederhana tersebut, adalah rupa-rupa transaksi yang terjadi di dalamnya. Bukan hanya barang-barang yang diperjual belikan di sini (seperti furnitur, hanphone, rumah, mobil dan sebagainya), tapi juga ada layanan untuk mengumumkan kehilangan (misalnya kehilangan hewan kesayangan, kehilangan anggota keluarga dan kehilangan benda-benda milik tertentu), kolom khusus bagi orang yang ingin mengeluarkan makian tertentu (di sini memaki seseorang bisa dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum, karena melanggar hak individu lain), kolom bagi yang ingin mendapatkan tumpangan ke suatu tempat-dimana orang-orang yang ingin bepergian memasang pengumuman kalau dia membutuhkan tumpangan pada hari dan jam tertentu. Serta ada kolom dewasanya juga, dimana seseorang secara terang-terangan memasang iklan menginginkan seseorang untuk berkencan. Wadooooh.... Gawat juga tuh...

Sebenarnya tujuan awalku hanya untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi musim dingin tahun ini yang jatuh pada akhir November dan awal Desember. Saat-saat itu aku masih mempunyai  beberapa minggu jadwal perkuliahan yang harus dijalani sebelum datangnya ujian akhir. Terlebih lagi dengan adanya cerita dari teman-teman bahwa musim dingin berikutnya cukup parah berdasarkan prediksi dari kejadian di tahun kemaren. Ha ha ha....

Musim dingin, I'm coming......... Eh, you're coming....


Winter tahun lalu,... Courtesy Pak Affan Firman

Semua foto, kecuali foto terakhir dari Bapak Affan Firman, diambil dari berbagai sumber di Internet...

Selasa, 04 Oktober 2011

New Hope


Beberapa minggu belakangan ini aku suka menghabiskan waktu luang dengan menonton keenam episode dari Epik Star Wars.. Aku suka sekali dengan jalan ceritanya, termasuk bagaimana episode I-III dibuat sebagai dari prekuel dari Episode IV-VI yang dibuat puluhan tahun sebelumnya. Sangat suka dengan kisah romantisme antara kedua orang lakon utamanya yang dibalut dalam kisah pertempuran dan perdamaian antar galaksi. Nah, aku jadi terinspirasi untuk mengambil judul note kali ini dari episode ke-4, yaitu New Hope.. He he he, bukan apa-apa, tapi cuman sekedar karena mungkin sama juga dengan hal-hal yang terjadi belakangan ini dalam kehidupanku saat memulai menuntut ilmu di University of Kansas ini..


tampak depan apartemen


Secara resminya, aku pindah ke Stouffer Place Apartment, residence atau kediaman yang diperuntukan khusus untuk para mahasiswa graduate yang berkeluarga, pada Sabtu tanggal 1 Oktober kemaren. Dengan dibantu oleh Carl, teman selaborku serta mobil yang dipinjam dari Robin, juga teman selab sekaligus satu rumah dengan Carl, kami memuat semua barang-barangku dari McCollum sebelum kemudian pergi ke Museum untuk mengambil kitchen tools yang diberikan oleh pembimbingku Town.. Setelah itu, baru sekali jalan menuju ke Stouffer Place building 18 nomor 3. Lokasinya berada di 1630 Ellis Dr 03. Stouffer ini berada di kakinya Daisy Hill, dimana McCollum, Lewis Hall, Hassinger dan sodara-sodaranya berada di bagian yang paling tinggi. Stouffer ini dirancang dalam bentuk rumah-rumah susun berukuran kecil dibandingkan dengan residen hall, biasanya dengan satu sampai dengan tiga bedroom. Pilihannya juga ada dua, mau di lantai dua atau di lantai satu. AKu kebetulan dapat apartment yang dua bedroom dan berada di lantai satu. Dan bangunan tempat apartment ku ini berada dekat dengan apartmentnya Marlyn, orang Indonesia yang dulu kuceritakan bertemu pertama kali di acara Housewarming di Hill Top. Ternyata, aku sekarang malah bertetanggaan dengannya dan justru apartment ku yang berada tepat di belakang Children Care-nya KU (semacam taman penitipan anak-anak). Jadi, kalau dalam keadaan cuaca cerah, akan banyak sekali anak-anak bule bermain-main di taman tersebut. Kawasan Stouffer ini bisa diakses dari dua jalan masuk, satu berada di persimpangan 19th street, satu lagi dari ruas jalan Irving Hill. Tapi kedua ruas jalan masuk ini tidak saling bertemu satu sama lain.. Dan jangan harap untuk bisa mengambil jalan pintas dengan mobil dengan melewati lokasi ini.

My Kithen


Ohya, aku sudah checkout dengan resmi dari McCollum di mana salah seorang dari RA yang biasanya ada di front desk melakukan inspeksi kamar sesuai dengan catatan yang diberikan saat pertama aku masuk dulu. Maksudnya untuk memeriksa apakah ada kerusakan yang terjadi pada kamar tersebut. Setelah tidak ditemukan adanya kerusakan, kami berdua kembali turun ke front desk di lantai 2 dan menandatangani surat-surat yang menyatakan bahwa aku sudah tidak menjadi penghuni lagi di McCollum, sekaligus juga mengisi sebuah formulir yang akan mengalihkan semua surat-surat yang masuk ke box di apartment ini ke box yang nanti akan kudapatkan di Stouffer. Dan kunci untuk apartment baru ini sudah kudapatkan pagi-pagi sekali di kantornya Jayhawk Tower Apartment. Stouffer dan Jayhawk Tower berada dalam satu manajemen. Kebetulan, kantor tersebut memang selalu "on" 24 jam, melayani segala kebutuhan penghuninya. AKu saat ini menemui seorang lelaki berkacamata dengan roman muka Asia atau Amerika Latin. Bicara agak pelan, sehingga aku dapat mengerti dengan mudah apa yang dibicarakannya. Sama dengan prosedur untuk memasuki McCollum, aku juga harus menandatangni berkas-berkas perjanjian untuk tidak melakukan hal-hal tertentu yang berlawanan dengan undang-undang Amerika pada umumnya, serta tidak melanggar peraturan daerah di Lawrence maupun peraturan lain yang ditetapkan untuk warga kampus. Setelah itu, aku dapat dua kunci, satu kunci untuk apartment dan satu lagi kunci untuk mailbox ku yang terletak di dekat parkiran.

Karena hari yang masih sangat pagi, serta janji yang agak molor untuk kedatangan Carl (dia lagi berada di lab di museum lantai 4 untuk suatu pekerjaan, serta keramaian di Jayhawk Boulevard akibar even Homecoming), maka janji yang awalnya jam 10, menjadi ke jam 11.30. Tapi tidak apa, memberikan aku kesempatan sedikit lebih lapang untuk kembali memeriksa apakah masih ada barang-barang yang belum dipacking, juga, seperti yang kusebutkan tadi, mengurus checkout. Nah, satu hal baru yang kutemukan berdasarkan fakta, ternyata banyak mahasiswa muslim di KU ini. Atau lebih tepatnya muslimah, yang berasal dari keturunan Pakistan, Timur Tengah, atau India yang memang merekanya lahir di Amerika ini dari orangtuanya yang pendatang. Berhubung dengan tampilannya yang sudah sebelas duabelas dengan para penduduk lokal, wajar saja aku tidak mengenali mereka. Buktinya, RA yang pergi meninjau kamarku ini ternyata adalah cewek keturunan Pakistan tapi mempunyai logat atau aksen Amerika yang sangat bagus sekali. Dari dia aku tau bahwa banyak lagi orang muslim keturunan yang ada di McCollum. Entahlah apakah mereka memang Islam agamanya tapi dalam soal berpakaian dan pergaulan sudah sama dengan para bule di sini atau kemungkinan terburuk lainnya, aku juga malas mengetahui lebih lanjut. Yang jelas, soal ini ternyata kemudian ada sedikit banyaknya dibahas malam harinya, ketika aku mengikuti event charity untuk pengumpulan dana pembangunan Islamic School di Islamic Center of Lawrence.

Untuk cerita yang kedua ini, aku sebenarnya nyaris untuk tidak ikut, karena setelah melakukan pindahan pagi sampai siangnya, juga karena tidak makan di pagi harinya, badanku mendadak lemas diiringi dengan kepala pusing. Pindah ke Stouffer yang punya dapur sendiri, artinya aku harus mulai melakukan semuanya sendirian, tidak lagi tergantung dengan Dining Hall. Nah, setelah selesai benah-benah seadanya, aku langsung mengayuh sepeda menuju ke Dillon's untuk membeli kebutuhan dapur. Di sini aku menyadari kalau kerjaan menjadi ibuk-ibuk itu memang sulit. Sedari apartment aku sudah mencoba untuk mengingat-ingat apa yang akan dibeli. Ternyata sesampai di Dillon's ini, aku nyaris lupa dengan apa yang mau dibeli. Karena kondisinya di swalayan ini yang tidak memungkinkan aku untuk searching dengan lebih leluasa untuk barang-barang masakan (seperti di pasar tradisional yang kukunjungi di kampung halaman), akhirnya aku membali bahan-bahan makanan yang praktis plus dengan sayur mayur sederhana yang bisa dimakan tanpa perlu dimasak.  Plus beberapa kebutuhan yang remeh temeh seperti sabun cuci piring malah tidak ingat untuk dibeli, sehingga piring atau gelas yang kotor terpaksa harus ditumpuk dulu di sink (bak cuci). Sebalik dari Dillon's dan setelah masak sedikit untuk makan sore itu, aku kembali berbaring, mencoba menghilangkan pusing karena telat makan. Saat itulah aku baru ingat even charity dinner yang diadakan oleh ICL tersebut. Akhirnya kucoba mengontak salah seorang ikhwan yang sering kutemui di ICL, namanya Rahed. Dia orang Pakistan. Sambil menunggu balasan dari nya, aku kembali berbaring. Ternyata tidak lama, Rashed menelpon dan bilang akan menuju ke tempatku dalam beberapa menit. Karena dia tidak tahu alamat yang sekarang, maka dia bertanya di telpon tentang jalur masuk yang lebih dekat. Kubilang saja lewat dari 19th street yang lebih dekat. 19th street ini adalah jalan dimana nanti di dekat persimpangan yang berbatasan dengan Naismith Hall terletak Islamic Center. Dan satu informasi lagi, tidak ada jalan tembus di antara apartment-apartment Stouffer ini dibuat oleh aparat KU, seperti yang sudah kuceritakan di atas. Mungkin alasannya untuk mencegah supaya anak-anak dari para mahasiswa Graduate yang menghuni kawasan ini tidak terkena dampak dari lalul lintas yang mungkin sekali akan timbul, jika dibuat jalur tembus yang melewati kawasan ini. Kemudian aku pun bersiap-siap seadanya dengan menggunakan sweater wool ku untuk melapisi baju kaus.

Tak lama, Rashed pun sampai. Aku terkejut karena dia memakai formal suit, berupa jas dan dasi lengkap.. Tapi karena tidak awa waktu lagi untuk berganti pakaian dengan yang lebih formal lagi, maka aku langsung naik ke mobil dan Rashed pun bergegas tancap gas. Kami bercakap-cakap singkat tentang berbagai hal, termasuk apartment baruku ini, lokasi acara serta acaranya sendiri. Rashed sedikit khawatir kalau kami sampai terlambat di acara tersebut, karena event organizer mau mengadakan breefing dulu. Ternyata sesampai di lokasi, yang diadakan di sebuah hotel yang bernama Holiday Inn, banyak juga yang baru datang, seperti Gareth, serta beberapa orang pemuda dari Timur Tengah. Setelah memarkir mobil dan say salam kepada beberapa orang yang kukenal, kami barengan masuk ke lokasi acara. Di dalamnya teranyata sudah ada banyak orang, termasuk para muslimah yang sudah kukenal di meeting MSA. Antara lain Iesha Kincaid (Aisha Kincaid) yang kalau tidak salah berasal dari Mesir, terus ada Saimah dari Bangladesh, tapi kelahiran Amerika, juga ada Farah, anaknya pak Firman. Untuk yang ikhwannya ada Adham yang dari Mesir serta beberapa orang dari Pakistan yang aku lupa namanya. Kami berbincang-bincang sejenak, karena ternyata acaranya mulai setelah maghrib nantinya, jadi kami masih punya waktu sekitar satu setengah jam lagi.

Rashed dan Gareth


Beberapa puluh menit kemudian, kami dikumpulkan oleh event organizer yang bernama kalau tidak salah Maggie (aku pernah ketemu di ILC dengan ibuk ini). Dia menjelaskan kepada kami semua yang mendadak didapuk menjadi volunteer tentang apa saja rangkaian acara serta apa yang bisa kami bantu di dalam acara tersebut, terutama terkait dengan penggalangan dana dari para tamu yang datang. Acara ini sebenarnya merupakan makan malam rutin yang digelar setiap tahunnya oleh ILC yang biasanya diagendakan untuk melakukan pembangunan terhadap satu infrastruktur tertentu sebagai thema utamanya. Di samping makan malam, juga diadakan pemberian semacam ceramah oleh narasumber yang nantinya bergerak juga sebagai penggalang dana. Untuk malam tersebut ada brother Ala Alaududdin yang merupakan lulusan dari sebuah Universitas di Chicago. Dan sebagai thema penggalangan dana kali ini adalah untuk pembangunan Islamic School di Lawrence yang nantinya akan diharapkan memberikan pengertian dan penanaman nilai Islam yang lebih dalam kepada kaula muda Islam yang ada di Lawrence ini. Inilah yang kumaksud dengan cerita di atas ketika aku mengetahui bahwa di McCollum terdapat banyak muslim dan muslimah, tetapi dengan sedikit atau tidak ada ciri yang bisa dikenali sebagai seorang penganut Islam. kalau di negara kita mungkin ini yang dinamakan dengan islam KTP. Ha ha ha.. Mudah-mudahan saja niat mulia ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan peranan yang sangat penting dalam perkembangan generasi muda Islam di kota ini. Ohya, ternyata Mbak Marlyn sudah ada duluan di lokasi acara. Dia mendapatkan tompangan dari seseorang tanpa sempat bilang kepadaku, karena awalnya dia berniat untuk nebeng dengan Rashed yang menjemputku.

Muslimah Lawrence

Akhirnya, di acara malam itu berjalan juga dengan baik, penggalangan dana berjalan dengan baik dan silaturahim antar tamu juga berjalan dengan baik. Walaupun Rashed bilang bahwa tamu yang datang serta dana yang diperoleh berkurang dari tahun yang kemaren, tapi aku sudah merasakan bahwa ada niat serta semangat yang besar dari kaum muslimin di kota Lawrence dan sekitarnya untuk tetap memberikan sumbangsih terhadap islam. Malam itu aku kembali ke apartment dengan diantar oleh Rashed. Capek badan rasanya, sehingga saat tidurpun aku kesulitan, karena kayaknya batuk agak semakin menjadi. Kerongkongan jadi gatal dan hidung mampet lagi.. Tapi di atas itu semua, hari ini telah berjalan dengan baik....

Mudah-mudahan besok aku bisa mendapatkan hal yang lebih baik lagi,....

Br. Alaa
Moslems of Lawrence