Senin, 12 September 2011

Preparing for Fall


Berita bagus yang kubaca di koran Lawrence: The Journal-World; ternyata memang pada musim-musim begini banyak orang mengalami flu dan bersin-bersin, yang biasanya dilengkapi dengan mata gatal dan berair serta bersin berulang-ulang.. Kemungkinan juga ada sedikit gejala hay fever, yaitu flu yang ditimbulkan oleh penumpukan serbuk sari bunga-bungaan yang sudah mendekam lama di dalam saluran pernafasan manusia, sehingga pada suatu saat ketika kemampuan tubuh untuk mentoleransinya sudah tidak mampu lagi, terjadi lah flu jenis ini.. Memang rasanya sangat menyiksa sekalli, saat semua orang tengah menikmati suasana ruang lobby yang penuh dengan berbagai macam tipe sosialisasi antar penghuni, cuma aku sendiri yang bersin-bersin. Dan bersin nya ini juga tidak dengan suara merdu sopran 3/4.. Tapi suara achuu... yang sangat lantang dan biasanya berulang sampai 5-6 kali, interval 10-30 detik antar bersin (bisa gak dihitung kekerapan sama amplitudo nya??) He he he...


Nah, setelah membaca berita di koran yang kudapatkan dengan gratis tersebut (di masing-masing gedung perkuliahan dan perpustakaan ada booth khusus untuk koran-koran nasional dan lokal yang bisa diakses dengan menggunakan KU-Card--gratis) dan kemudian juga memperhatikan orang-orang di sekitar, memang banyak juga yang mengalami bersin-bersin ini. Jadi, yaaah, memang sudah gejala umum dan normal lah.. AKu mungkin juga mengalami ini beberapa kali lagi sebelum benar-benar menyesuaikan diri sepenuhnya dengan kondisi di sini (ingat, jetlag sudah berhasil dikalahkan beberapa minggu yang lalu)..

Newspaper Box

Tadi pagi aku melakukan jogging untuk pertama kalinya di Kansas ini. Menyusuri jalur dari Engel Road di Daisy Hill, masuk ke perumahan dekat kampus, menuju ke Jayhawk Boulevard. Pertama-tama dengan menggunakan sepeda, sampai ke depan Budig Hall. Setelah memarkir sepeda dan mengaitkan rantainya di tempat yang disediakan khusus untuk itu, aku mulai jogging. Kebetulan kemaren beli sepatu bekas di Salvation Army yang ukurannya pas di kaki (walaupun akhirnya kusadar kalau sepatu yang kubeli itu sepatu cewek). Jogging pagi itu cukup dingin juga, karena cuaca mulai menyesuaikan dengan awal musim gugur yang jatuhnya kira-kira satu atau dua minggu lagi. Karena lokasi Jayhawk Boulevard yang ada di ketinggian, maka bisa kulihat di lokasi yang lebih rendah, seperti downtown, langitnya masih berkabut. Sementara matahari masih malu-malu muncul di ufuk timur (eh, di sini masih di timur gak ya terbit mataharinya??). Jogging dimulai dengan rute yang dekat-dekat saja dulu, yaitu dari Budig Hall, menyusuri sepanjang Jayhawk Boulevard, terus sampai ke Oread Hotel. Sampai di sana rencanya mau belok ke kiri dan lewat ke Memorial Drive, mau melihat Potter Lake, yang katanya menjai salah satu lokasi tempat piknik bagi orang-orang di Lawrence ini ketika musim panas. Tapi maksudku mau jogging ke arah sana bukan untuk tujuan untuk piknik, tapi untuk melihat, apakah tempat tersebut menjadi salah satu lokasi berkumpulnya burung-burung air.. 

Potter Lake

Tapi sayang sekali, mungkin karena sudah lama tidak melakukan jogging, atau mungkin juga karena sudah didahului dengan bersepeda yang cukup jauh, saat sampai di Oread, aku tidak sanggup lagi untuk meneruskan jogging dengan rute jalan yang nantinya akan berputar naik turun sebelum keluar di jalan samping Snow Hall di Jayhawk Boulevard. Terpaksa aku balik arah lagi, menuju ke tempat semula dan tidak jadi melihat burung-burung yang ada di sana. Walaupun tidak berhasil dengan tujuan ini, sepertinya kekecewaanku cukup terobati dengan banyaknya burung-burung jenis baru yang sebelumnya tidak pernah kulihat di siang hari. Beberapa di antaranya adalah Blue-Jay (Cyanocitta cristata), yang memang umum di sini, tapi baru pagi tadi kulihat dengan jelas mematuk-matuk makanananya di bawah pohon maple.. Lalu juga ada beberapa European Starling (Sturnus vulgaris) yang sering ditemui di lokasi migrannya di negara kita, Savannah Sparrow (Passerculus sandwichensis) yang mirip dengan burung gereja biasa, tapi berukuran lebih besar dan lebih kecoklatan, Lark Sparrow (Chondestes grammacus) yang masih saudara dengan burung gereja biasa, tapi mukanya mempunyai garis-garis putih yang lebih , Orchard Oriole (Icterus spurius) yang mirip dengan Scarlet Minivet (Pericrocotus flammeus) di dalam Panduan Burung-burung Sumatera Kalimantan, Jawa dan Bali-nya MacKinnon, Northern Mockingbird (Mimus polyglottos)--kalau dengar nama burung ini, paling tidak pasti pernah dengar judul lagunya Eminem kan?? Burungnya sendiri berwarna keabu-abuan dan berukuran sebesar merpati. Diberi nama Mockingbird karena mungkin sifatnya yang sering mengganggu (mocking) jenis-jenis lain, terkait dengan proses rebutan makanan. Terus ada si cantik Northern Cardinal (Cardinalis cardinalis) yang sebenarnya berwarna merah total pada jantannya, tapi karena yang kulihat kemungkinan masih juvenil, sehingga warna merahnya masih belum begitu sempurna, masih bercampur dengan warna coklat. Masih ada American Robin (Turdus migratorius), jenis migran yang banyak kulihat sampai jalan-jalan di tanah berumput sepanjang taman di kota Lawrence ini. Jumlahnya banyak dan cenderung tidak takut dengan kehadiran manusia, walaupun tetap akan terbang kalau didekati lebih dari dua meter. Pengamatan sederhana hari itu, yang mengandalkan mata dan kejelian telinga menangkap suara mereka, diakhir dengan melihat sejenis gagak (Crow-Corvus spp) yan gtidak bisa kubedakan apakah itu American Crow atau Common Crow karena warnanya yang sama-sama hitam total serta ukurannya yang memang besar.. Benar-benar cantik...

Blue Jay
European Starling
Savannah Sparrow
Lark Sparrow
Orchard Oriole
Northern Mockingbird
Northern Cardinal

American Robin
American Crow
Sebenarnya keinginan untuk jogging sembari birdwatching ini dilatari kejadian saat aku pergi ke rumah pembimbingku, Rob Moyle untuk ikutan pesta Barbeque yang diadakan khusus untuk menyambut semua anggota Museum yang sudah berkumpul lengkap di Fall Semester tersebut. Di saat ngobrol-ngobrol dengan Carl dan seorang teman dari Vietnam yang kebetulan datang untuk melakukan study di Museum, datanglah seekor burung mungil berwarna hijau yang terbang mengambang di sekitar birdfeeding tray. Rupanya, itulah kolibri atau hummingbird, burung yang punya kemampuan untuk terbang mengambang di udara karena mampu mengepakkan sayapnya hampir 300 kali per menit. Kata orang Vietnam yang ngobrol bersama ku itu, jenisnya adalah Green-breasted Mango Hummingbird (Anthracothorax prevostii) individu betinanya. Hanya seekor individu betina yang datang berulang-ulang ke birdfeeder tersebut. Memang kalau tidak diamati dengan baik, kelihatannya seperti ngengat yang terbang mengambang. Tapi, sungguh, itulah pengalaman paling mengesankan yang pernah kudapatkan karena burung ini hanya ada di kawasan Amerika dan Amerika Selatan.. Rrruuuaaarr biasaaa.... Pengen melakukan hal yang sama dengan orang-orang di sini, yaitu menyediakan tempat makanan untuk burung-burung liat, agar mereka bisa datang dengan bebas dan bisa diamati bermain-main di halaman rumah kita sendiri... Hhhaaaaa..... AKu sampai jejeritan di halaman belakang rumah Rob.. Gak peduli orang-orang yang sudah pada kumpul jadi melihat ke arah ku...

Hummingbird at feeder tray


Satu lagi binatang yang paling banyak kuamati di Lawrence ini, tapi bukan burung, yaitu bajing atau squirrel. Mereka bermain dengan sangat bebasnya di ruang-ruang hijau di kampus, berlarian di antara rerumputan yang terpotong rapi, kadang-kadang juga memanjat batang pohon untuk masuk ke sarangnya yang berupa lubang di batang yang berukuran besar. Populasi mereka terbilang berlimpah ruah di Lawrence ini, karena di samping tidak ada orang yang menganggu mereka, tumbuhan yang menjadi sumber makanan mereka (seperti Quercus) banyak ditanam orang sebagai pohon pelindung, sehingga mereka tidak pernah kekurangan makanan. Di saat-saat menuju musim gugur dan selanjutnya musim dingin ini, biasanya mereka aktif sekali mengumpulkan bahan makanan untuk ditumpuk menghadapi musim dingin. Cuman beberapa kali kulihat ada bangkai mereka yang tidak sengaja tergilas saat ada pengendara mobil lewat dan tidak menyadari kehadiran mereka yang tengah melintas jalan. Dan juga baru tadi pagi kulihat ada sekumpulan kelinci liar berwarna coklat kehitaman dengan ujung telinganya yang pendek berwarna hitam berlarian di halaman rumah yang ada di sebelah selatan Jayhawk Boulevard.. Rumah-rumah aneh para fraternity yang mereknya selalu berdasarkan abjad Romawi Kuno.. Phi Teta Phi, Epsilon Gamma, dan lain-lain...

Eastern Gray-Squirrel

Wild Rabbit


Pokoknya saat-saat menjelang musim gugur ini adalah saat yang sangat menyenangkan untuk keluar rumah dan mengamati kekayaan jenis hewan yang ada di sekitar kampus ku ini... Mudah-mudahan besok, dengan berbekal buku pantuan Peterson ini aku akan bisa mendapatkan lebih banyak jenis lagi...

Musim gugur... Jangan terlalu cepat berlalu.....



Note: gambar-gambar diambil dari berbagai sumber di internet, karena belum bawa kamera ke Lawrence sini...

Sabtu, 10 September 2011

And Life Goes On....


Kehidupan di McCollum berjalan dengan baik sejauh ini... Sejak tinggal di sini di minggu ketiga bulan Agustus kemaren, sudah banyak hal yang bisa kusesuaikan dengan ritme kehidupan di sini.. Sekaligus juga menyesuaikan diri dengan gaya anak kuliahan S1 ala Amerika yang sebagian ada yang baik dan sebaiknya lagi ada yang urakan dan asli Yankee-habit banget.. Misalnya seperti semalam, ada pesta di lobby yang katanya merupakan acara kebersamaan antar penghuni asrama ini.. Tapi yah, tau saja lah kebersamaan macam apa yang dilakukan ala bule di sini kan... He he he... Kalau bule sih, aku masih bisa maklum lah.. Karena memang sudah budayanya dari sono.. Tapi aku paling tidak suka melihat seorang cewek Jepang yang kayaknya lagi pacaran sama seorang cowok bule di sini.. Ganjen amat, kemana-mana berdua dan kalo duduk, kayaknya gak ada kursi lagi di asrama ini: yang cewek selalu pangkuan sama si cowok... Shiiiiiit!!

Plus beberapa orang lain yang aku gak suka: seorang bule berbadan gabod segede kulkas tiga pintu yang tinggal selantai dengan ruanganku.. Orangnya udah tampangnya gak enak diliat, kalo makai toilet atau standing pisspot, gak pernah mau flush... Pipis para bule ini kayak comberan, mungkin karena minum bir sama alkohol gitu ya?? Aku bukannya sok-sok an mau bersih atau apaan, karena kalau ketemu yang begini aku selalu flush-in tu toilet atau pisspot nya. Gak enak aja make toilet sementara di toilet sebelah kita si "emas 24 karat" lagi ngapung-ngapung kayak ikan di dalam aquarium. Di samping itu aku juga kasihan sama Cleaning Service di lantai 4 tempat kami ini. Namanya Keith.. ruangannya paling ujung dari pintu masuk utama south floor. Orangnya ramah, sudah sedikit berumur dan kalau jalan agak sedikit pincang. Setiap ketemu pagi hari saat dia memulai tugas rutinnya, dia selalu menyapaku dengan ramah, "Good morning, Sir! Have a nice day today!" Ha ha ha... Aku membalas minimal dengan senyum kalau lagi malas mengucapkan ucapan doa yang sama dengannya.. Si Keith ini bertugas menjaga kebersihan ruang sosial lantai 4 ini, yang paling sering kotor kalau sudah dipakai bersama oleh anak-anak bule dan China yang kebanyakan menghuni lantai ini. Di samping itu, juga membersihkan restroom para cowok tadi. Kupikir dia juga pasti nyumpah-nyumpah dalam hati kalau ketemu dengan "non-flushed things" tadi.. Dia saban Sabtu selalu melakukan bersih-bersih total di restroom, mulai dari menyemprotkan semacam karbol ke dalam toilet dan pisspot, sampai menyemprotkan zat anti hama ke shower room yang baunya kayak bau zat bleaching untuk cuci baju... Tentu saja ngepel lantai dan nyedot debu di karpet termasuk di antara menu rutinnya.


Ngomong-ngomong soal Cleaning Service team ini, aku jadi ingat lagi masa-masa OSPEK di tahun satu kuliah dulu. Di antara jeda-jeda waktu menghadapi kegarangan para senior (tahun 98 gitu lho..), aku selalu menemukan kedamaian saat memandangi para cleaning service yang lagi bertugas mencabuti rumput di halaman kampus (dekanat atau jurusan Biologi).. Kayaknya tenang dan sentosa melihat mereka bersenda gurau di tengah pekerjaan mereka. Serasa menjadi lupa dengan stress yang ditimbulkan oleh pembinaan yang dilakukan oleh para senior yang di jaman ku itu yang benar-benar terasa berat dan kejam. Hi hi hi.. Makanya, di sini, saban pagi aku kan selalu bangun duluan (atau aku saja yang merasa yaa??) aku selalu sempatkan untuk melihat mereka bekerja di pagi hari. Setelah shalat Shubuh, biasanya aku turun ke lobby lantai dua buat nge-net gitu.. Nah, biasanya di antara jam 6.00-7.00 pagi itu lah para petugas cleaning service ini bekerja membersihkan McCollum ini. Mereka selalu memulai beramai-ramai di lobby lantai dua ini dan juga di lantai satu yang ada di bawah. Pekerjaannya terdiri dari menyedot debu di karpet, mengumpulkan sampah yang ada di masing-masing tong sampah, terus merapikan meja dan kursi yang berserakan sehabis dipakai oleh para mahasiswa di sini semalaman. Setelah selesai di kedua lantai paling bawah ini, baru mereka masing-masing beranjak menuju ke lantai yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing untuk membersihkannya, termasuk mencek ke restroom dan social room yang berada di dekat pintu keluar masuk lift dan tangga utama.  Nah, melihat mereka bekerja rame-rame di pagi hari tadi, mengingatkanku kembali pada kebiasaan mengamati para CS di kampusku dulu. Bedanya yah, tentu saja peralatan, skill dan gajinya.. Kalau soal berceloteh dan menggosip atau saling goda antar CS yang berlawanan jenis, masih tetap sama lah.. Ha ha ha...


Kembali ke para penghuni McCollum yang tidak kusukai.. Masih ada dua orang lagi. Mulai dari yang pertama adalah orang India atau turunan India yang kayaknya sudah lama tinggal di Amerika ini. Gayanya sih udah kebarat-baratan walau tampangnya masih Bollywood habis. Dia selalu hangout dengan para bule dan kayaknya paling anti kalau kusapa. Males kali berteman dengan orang yang kulitnya sama gelapnya dengan dia.. He he he... Satu lagi orang Korea, tubuh tambun, selalu pake baju rada junkies gitu dan yang tak pernah ketinggalan adalah kacamata item persis orang buta lagi jalan gitu.. Aku sudah kenalan dengan dia pas lagi sama-sama ikut tes bahasa Inggris dulu. Bedanya sih, aku lulus dan dia tidak... Gayanya itu loh yang bikin aku sebel liatnya. Kalau jalan, kepala selalu diangkat tinggi, mata ditutupi dengan reben item tadi dan tentunya, gak mau disapa tadi itu..


Di luar orang-orang tadi, McCollum menyimpan banyak orang-orang yang berbakat, misalnya di bidang musik. Aku sudah mengamati ada sekurang-kurangnya 8 orang yang sering bermain piano di lobby ini. Empat orang di antara nya adalah orang Prancis (dua cowok dan dua cewek), satu orang cowok kulit hitam, dua orang China dan satu orang bule di sini.. Kemungkinan masih banyak yang bisa bermain piano ini. Kalau yang dari Prancis rutin memainkan Fur Elise dari Bethoven sebagai symphopni pembukanya.. Setelah beberapa kali ulangan, kadang dilanjutkan dengan Moonlight Sonata, masih dari Bethoven atau kadang-kadang Etude dan sebangsanya yang dari Chopin... Mantap juga mendengarnya sembari belajar... Sedang yang dari China agak lebih temporer aliran musiknya.. Tapi semuanya benar-benar berbakat. Aku juga merasa sedikit rugi karena tidak pernah belajar memainkan satupun alat musik.. Palingan, kalau disuruh orang ngamen, alat musik andalan ku adalah: beberapa buah tutup limun diratakan, kemudian disusun pake paku dan ditempel ke sebilah kayu.. Terus ditepok-tepokin ke tangan deh, sambil nyanyi standard simpang tiga: "Aku gak tau.... Kalo aku dimadu..."
Ho ho ho.....


Kalau yang dari China dan sekitarnya, lain lagi bakatnya.. Kebanyakan mereka jago dalam main tenis meja. Kebetulan di lobby ada satu meja pingpong disediakan buat berolah raga penghuni McCollum ini, letaknya di samping meja bilyard.. Nah, kalau yang main sudah mahasiswa yang dari China atau Taiwan atau Hongkong, pasti deh, gak ada yang bisa menandingi mereka. Para bule yang kadang-kadang meladeni mereka main, kesulitan mengejar bolanya ke sana kemari. Kesulitan karena jangkungnya kali yaa.. Kalau untuk bilyard, aku belum liat siapa kampiunnya.. Karena biasanya yang heboh kalau main itu adalah para cewek-cewek kulit item yang gendut-gendut itu... Karena mereka kalau main, bukan merhatiin kemana sodokan bolanya, tapi justru momen itu dipakai buat ngegosip dengan celotehan dan suara yang bukan main melengkingnya.. Plus ketawa ketiwi yang rasanya mirip-mirip lah dengan ibu-ibu baru menang arisan berhadiah kompor 24 sumbu... Hi hi hi... Tapi demikianlah adanya McCollum ini.. Di satu sisi menawarkan persahabatan, sisi lain bisa memberikan kita pemandangan kecil tentang bagaimana dunia, karena secara miniatur contoh-contoh penghuninya ada terwakili pada kewarganegaraan masing-masing penghuninya.. Serta juga dapat menjadi tempat belajar bagaimana tingkah laku mereka masing-masing. Aku sebenarnya enjoy-enjoy aja dengan tingkah laku mereka, tapi seperti yang sudah kugambarkan di atas tadi, tentunya ada beberapa tingkah laku yang agak sulit juga diterima, karena sudah di luar kebiasaan dan bersifat kurang baik...

Anyway, aku tetap berencana untuk pindah ke apartment yang lebih baik lagi, karena nantinya gak mungkin tinggal berdua dengan istri di sini..

Minggu, 04 September 2011

Minority People: Meet the Indonesian


Inilah beberapa orang Indonesia yang telah kutemui selama berada di Kansas ini... Kemungkinan daftarnya akan terus bertambah, karena yang dituliskan di sini kebanyakan adalah grad studentnya.. Belum semua undergrad, sehingga tulisan tentang orang-orang Indonesia di Kansas ini nantinya akan dibuat sambungannya.. Nah, mereka-mereka ini akan dirinci sesuai dengan urutan pertemuannya dengan ku..

Affan Irfan


Affan Irfan, paling kanan

Bapak ini sebenarnya orang berbahasa Melayu pertama yang kutemui ketika mengunjungi Islamic Center of Lawrence untuk ketiga kalinya. Waktu itu, Gareth yang menunjukkan kepadaku, bahwa hari itu masakan untuk iftar di Islamic Center dibuat oleh orang Indonesia dan ketika diantar ke dapur yang ada di basement, Bapak inilah yang kutemui. Waktu itu aku salah mengira bahwa namanya adalah Marlyn Dian Laksitorini (seperti yang ku ceritakan pada note-note terdahulu). Nama yang kusebutkan ini ternyata adalah nama seorang perempuan asal Semarang. Nanti setelah bercerita tentang Pak Irfan ini, baru aku akan bercerita tentang Mbak Marlyn ini, karena memang dia orang Indonesia kedua yang kutemui. Nah, kembali ke Pak Irfan, pada awal pertemuan itu aku menyangka dia adalah orang Malaysia keturunan Indonesia, karena Bahasa Indonesianya yang lancar. Tidak salah, tapi tidak juga benar sepenuhnya.

Pak Irfan ini adalah orang Sunda asal Garut (mendapat koreksian dari orangnya langsung, katanya bukan Garut.. nah lo, bingung kan guanya), kemudian menikah dengan wanita Malaysia dan pada tahun 1987 datang untuk berkuliah di KU ini (urutan yang mana dulunya, nikah atau kuliah, agak kurang tau juga, tapi kemungkinan kuliah dulu baru nikah ya?? He he he). Setamat kuliahnya, pada tahun 1994 dia sempat balik ke Indonesia dan bekerja selama tujuh tahun di salah satu daerah di Jawa kalau tidak salah (pasti bener dong). Tapi jangan kaget, saat ngomong dengannya, gak ada kedengaran logat-logat Sundanya yang halus itu. Malahan beliau ngomongnya cenderung ceplas ceplos dan agak kasar mirip dengan orang Minang tepi pantai. He he he. Sekarang beliau sudah menjadi warga negara Amrik dan pada Ied Mubarak kemaren kami yang warga negara Indonesia ramai-ramai mengunjungi rumahnya. Beliau punya 5 orang anak, dengan anak yang paling kecil, Ridwan, berjarak sekitar belasan tahun dari kakaknya yang nomor 4. Wihihihi, si Ridwan ini walaupun kecil-kecil gitu, sudah gape banget ngomong bahasa Inggris. Tentunya dia juga bisa paham dengan bahasa Melayu dan kemungkinan bisa berbahasa Arab, karena Ibunya ditugaskan mengajar di salah satu Universitas yang ada di negara padang pasir itu.

Sebagai salah seorang tokoh Islam yang sudah cukup lama tinggal di Amerika ini, beliau dianggap sebagai seorang anutan, terutama oleh warga negara Indonesia dan Malaysia. Dia juga menjadi anggota dewan Mesjid untuk Islamic Center of Lawrence ini. Walau sudah lama di rantau dan kemungkinan jarang sekali pulang ke tanah leluhurnya, aku tahu kalau rasa nasionalismenya masih lekat tertinggal di Indonesia. Ini terbukti ketika kudengar ceritanya sat berkuliah dahulu yang sampai-sampai menghajar dan mengerjai seorang WNI China yang nyata-nyata menghina Indonesia di Kansas tersebut. Sampai akhirnya si China tadi pindah universitas. Lah iya lah, aku sendiri juga mungkin akan bertindak yang sama jika ada warga negara kita sendiri yang mencemarkan nama baik Indonesia ketika berada di luar negeri dan kedengaran lagi sama salah satu warganya yang juga ada di tempat yang sama.. Salut deh pak.. Juga terima kasih atas segala bantuannya untuk si Bapak ini yang sekarang tengah berada di Arab Saudi untuk mendampingi istri beliau mengajar di Universitas setempat. Beliau banyak memberikan saran dan nasehat seputar bagaimana tinggal di Lawrence ini....


Marlyn Dian Laksitorini

Ki-ka: Suaminya mbak Becca (kakinya doang), aku, Mbak Becca, Mbak Marlyn, Mbak Nanik, Ester dan Mas Kus

Aku pertama kali ketemu dengan Mbak yang suka ceplas ceplos kalau ngomong ini ketika mau mengikuti Housewarming di Hilltop. Saat itu dia ikut membantu meletakkan barang-barang keperluan rumah tangga yang akan diperebutkan oleh para mahasiswa yang memerlukannya. Saat itu dia tidak begitu banyak ngomong karena sibuk kerja dan karena akan segera berangkat untuk pertemuan dengan kelompok mahasiswa Indonesia di Kansas City. Nah, kali kedua aku ketemu dengannya adalah saat aku bertemu dengannya yang lagi masak di Islamic Center buat iftar para hadirin. Aku masih gak ngeh kalau nama para donatur masak di Islamic Center itu adalah nama dari Mbak ini. Pertemuan berikutnya adalah saat selesai berbuka puasa beberapa hari kemudian, saat itu dia mau kembali ke apartmentnya di Stouffer Place Apartment. Saat itu kami sempat bercakap-cakap sebentar dan dia memberitahukan bahwa kemungkinan akan ada pertemuan mahasiswa Indonesia ketika selesai shalat Ied. Cuman, setelah itu dia dengan segera masuk ke mobil salah seorang jamaah yang akan mengantarnya ke apartmentnya.

Perempuan yang satu ini memang terhitung agak beda. Aku boleh saja menganggap bahwa apa yang kulakukan sebelum berangkat ke Kansas ini sedikit nekad, karena baru menikah tiga minggu, langsung pergi meninggalkan rumah dan istri dan keluarga untuk waktu yang lama. Dia lebih nekad lagi. Setelah selama hampir satu tahun berada di Kansas untuk kuliahnya (dia masuk 3 semester yang lalu), kemudian dia pulang satu minggu ke Indonesia..... Cuman untuk menikah dan langsung kembali ke Kansas dan meninggalkan suaminya... Nah lo... He he he... Aku juga sampai geleng-geleng kepala ketika mendengarkan kisahnya ini. Sama-sama jomblo karena situasi dong kita Mbak...

Satu lagi cerita tentang Mbak ini adalah dia baru saja pindah ke Stouffer dalam semester ini. Sebelumnya ia tinggal di apartment sewaan di sekitar Iowa Street bersama dengan dua orang temannya. Saat ini kebetulan dia lagi ditimpa kemalangan, karena dia dan dua orang teman sekamarnya dituntut oleh Landlord (induk semang) nya dengan jumlah yang cukup fantastis menurut kami, $5100. Ceritanya, dia dan tiga orang temannya ini melanjutkan kontrak penyewaan apartment tersebut dari orang India yang sebelumnya tinggal di sana. Kontrak yang dibuat oleh orang India tersebut berdurasi dua tahun, tapi karena dia hanya tinggal setahun, maka dia mencari ganti orang untuk menyelesaikan kontraknya tersebut dan masuk lah Mbak Marlyn ini beserta dua orang temannya. Nah, setelah selesai kontraknya di apartment ini dan pindah ke Stouffer, si landlord kemudian mengganti karpet, mencat dan memperbaiki apartment tersebut dan kemudian membebankan expenses nya ke si Mbak dan teman-temannya. Tentu saja mereka kaget, karena merasa kontraknya sudah selesai dan tidak ada lagi masalah dengan yang punya apartment. Saat kami kumpul-kumpul kemaren dia bercerita bahwa dia tidak diberikan salinan kontraknya, juga tidak mendapatkan pengembalian atas depositnya. Tapi dia sudah merencanakan untuk berkonsultasi dengan jasa hukum (lawyer) yang disediakan oleh pihak Universitas dan mudah-mudahan persoalan ini dapat diselesaikan tanpa perlu merugikan pihak si Mbak. Kan kasihan juga harus membayar sekitar $1700 per orang. Mana dia belum dapat uang saku untuk bulan Agustus ini dari Fullbright.

Doakan yah si Mbak ini......

Taufik Dawud

Aku ketemu dengan Abang yang berasal dari Aceh ini saat selesai shalat Jum'at di Islamic Center, masih dalam bulan Ramadhan. Cuman sayangnya dia gak masuk dalam foto di atas, karena lagi ada urusan kuliah dan harus pulang lebih cepat... Kalau penasaran dengan orangnya, search saja di FB dengan nama FB Taufik Dawood. Orang nya baik, ceplas ceplos juga. Beliau ini belajar ekonomi untuk S3nya dan mengajar di Universitas Syahkuala Aceh. Saat ketemu di Islamic Center tadi, aku langsung saja merasa kalau dia adalah orang Indonesia. Mungkin ini salah satu insting sebagai warga negara yang baik dan benar, yaitu bisa menemukan warga negara Indonesia lainnya saat berada jauh di perantauan. He he he... Saat itu kami langsung pergi berbelanja ke Walmart dengan menaiki Bis 11 Iowa dan tentunya, karena saat itu sudah lama tidak ngomong dalama bahasa Indonesia, jadilah kami bercerita panjang lebar tentang semua hal, baik yang di tanah air ataupun yang sedang terjadi di Kansas ini. Tentang bagaimana Indonesia, tentang bagaimana prospek masa depan di Tanah Air Tercinta itu dan sebagainya...

Bang Taufik ini sudah menikah dengan seorang WNI turunan China (cakep lho istrinya pas ku lihat fotonya di apartment Stouffer tempatnya tinggal). Sudah punya anak dua orang, yang kecil laki-laki berumur baru 18 bulan. Abang ini berencana untuk nanti membawa istri dan keluarganya setelah dia menyelesaikan proposal penelitiannya. Karena katanya masih agak repot untuk membawa-bawa keluarga saat dia masih kerepotan mengurus ini itu di KU ini.. Sekalian juga mau menabung, karena katanya, dengan menjomblo begini, dia bisa lebih irit dalam belanja kebutuhan sehari-hari.. Hmmmm... Mungkin betul juga.. Yang jelas, hampir tiap kali aku sms dia, dianya selalu bilang lagi sibuk mengerjakan PR nya yang seabrek-abrek dari dosennya. Dia katanya selalu mengoreksi ulang PR yang telah dikerjakannya, untuk memperbaiki bahasa dan kontennya juga, karena takut nanti dapat nilai jelek. Oke deh Bang, kita satu visi dalam hal ini.

Mbak Nanik dan Mas Kuswadi

Kedua pasangan suami istri ini kutemui saat Lebaran kemaren, karena kami kumpulnya di rumah Mbak Nanik ini. Sedangkan Mas Kus sendiri tentunya kutemui saat shalat. Dia datang bersama dengan Bang Taufik. Perasaan aku pernah lihat Mas Kus ini beberapa hari sebelumnya saat lagi tarawih di Islamic Center. Cuman karena tidak yakin saja dia orang Indonesia dan karena tarawih yang begitu intensif, makanya gak sempat menyapanya, seperti saat aku menyapa Bang Taufik sesaat setelah selesai Shalat Jum'at. Mas Kus ini juga mengajar di Universitas, yaitu Universitas Negeri Makasar, walaupun sebenarnya di berasal dari Sunda. Mbak Nanik istrinya, yang tengah hamil delapan bulan, katanya kerja di BPK. Tapi si Mbak ini tidak ikut-ikutan kuliah di KU ini. Dia hanya menjadi spouse untuk Mas Kus yang tengah mengambil S3 untuk bidang ilmu kepengajaran di sini.

Ketika bertemu dengan mereka di apartmentnya di Stouffer 263, kami langsung menjadi akrab. Karena memang sebelumnya sudah berkomunikasi dengan FB.. Juga karena sesama perantauan dan merasa senasib di sini.. Tentu juga karena opor ayam, kolak pisang, sambal goreng ati dan beberapa jenis masakan Indonesia lainnya yang membuat kami dengan enak ngobrol ngalor ngidul ke sana kemari.. Setelah itu, Mbak Nanik memanggil tetangga-tetangga lainnya, orang Indonesia juga, tapi non muslim untuk bergabung. Yang kelihatan di dalam foto adalah Mbak Becca dan suami nya (aku lupa namanya). Tentu saja, yang namanya ajakan makan-makan akan ditimpali dengan segera oleh orang yang diajak.. Maka berkumpulan beberapa orang, yaitu si Mbak Becca dan suaminya, serta Ester.


Mbak Rebecca dan suaminya

Mbak yang satu ini berasal dari Medan, karena punya marga batak dianya. Suaminya juga batak dan jadi spouse buat si mbaknya. Mbak Becca ini sejurusan dengan Mas Kus dan kayaknya akan lebih dahulu seminar proposal dibandingkan dengan Mas Kus. Layaknya orang Batak pada umumnya, bicaranya keras dan ceplas ceplosnya gak ketinggalan (mungkin karena itulah kami semua bisa akrab, karena sama-sama cuka ceplas-ceplos). Saat cerita tentang sesuatu, dia sangat semangat sekali, termasuk cerita saat dia mau dihipnotis oleh seseorang saat pergi belanja di daerah Blok M Jakarta. Si tukang hipnotis sampai-sampai menyerah karena hipnotisnya ak mempan dengan si Mbak ini.. He he he... Kalau suaminya kelihatannya agak pendiam, hanya sesekali menimpali pembicaraan kami.

Esteria

Si Ester ini mengambil S1 untuk jurusan Kimia, sehingga dia berada di Mallot Hall sebagian besar kuliahnya. Anaknya juga mungkin keturunan Batak atau Menado kalau dilihat dari namanya. Dia sudah bawa mobil sendiri, karena setelah ngumpul-ngumpul di rumahnya Mbak Nanik, dia membantuku pergi ke Wakarusa ke Social Security Office untuk mengurus SSN ku. Orangnya baik, ngomongnya sering dicampur antara Indo dan Inggris, mirip-mirip Cinta Laurah... Katanya dia punya pacar orang Amerika sini.. Wuiiih....Mantap.... Kemungkinan dia akan tinggal dan mencari pengalaman di sini sehabis menyelesaikan pendidikannya. Yah, didoakan sajalah Ester... Semoga tercapai cita-citanya...

Sebenarnya masih banyak orang Indonesia di Lawrence ini, menurut Mas Kus dan Mbak Nanik. Cuma karena kebanyakan dari mereka adalah anak-anak Undergrad dan sekolah atas biaya ortunya sendiri, makanya jadi jarang ketemu. Maksudnya, mereka yang disekolahkan oleh ortunya tersebut kebanyakan adalah anak-anak keturunan Chinese kaya raya yang pastinya juga banyak yang non muslim sehingga jarang lah bisa ketemu dengan kami-kami yang sudah lebih tua dan Muslim ini. Dan perlu diketahui kalau kebanyakan dari mereka yang kusebutkan di atas ini, kecuali Pak Irfan dan Ester, menerima beasiswa dari Fullbright... Jadi, paling-paling cuma bisa ketemu dalam event nasional Indonesia yang diadakan di Kansas ini. Tapi sementara mengenal mereka-mereka ini juga udah lumayan cukupan lah... Lumayan mengusir rasa rindu kepada Tanah Air yang berada di belakang bumi yang tengah kupijak sekarang....


Failures


Melihat jauh ke dalam lubuk hati seseorang mungkin adalah cara terbaik untuk mengetahui apakah dia berhasil atau tidak memperjuangkan apa yang dia inginkan di dalam hidupnya... Memang tidak mudah untuk mengetahui seseorang itu telah behasil atau tidak berdasarkan apa yang dirasakan oleh hatinya, karena perasaan bukan sesuatu yang bisa dengan kasat mata dilihat dari seseorang.... Aku saat ini juga merasakan banyak hal yang masih menjadi kekurangan, atau sebutlah kegagalan. Mungkin banyak yang menyangka, dengan sampainya aku di sini, merupakan salah satu titik tolak keberhasilan atau kesuksesan.. Padahal menurutku, keberadaanku di sini menjadi salah satu moment yang paling menakutkan, karena semuanya serba fifty-fitty, yang kuartikan, bisa saja berhasil atau bisa saja malah mendapatkan kenyataan yang sangat jauh berbeda dengan apa yang kuharapkan...

Postingan kali ini beranjak dari renungan di pagi ini, saat terbangun di Shubuh waktu setempat... Aku mengingat kembali moment pertama saat mulai bergerak dari Kota Padang yang menjadi asalku sampai beberapa saat yang lalu aku tertidur dan terbangun di pagi ini... Entah karena menjadi super sensitif dengan kondisi yang kurasakan kurang kondusif lagi atau entah karena apa, hal yang kemaren remeh temeh, mendadak berubah menjadi kegagalan super besar yang kayaknya tidak bisa kumaafkan...

1. Rendang yang disita di Bandara Houston.. Sampai sekarang aku masih tidak habis pikir, kenapasaat ditanya oleh petugas bandara di bagian pintu keluar setelah baggage claim, aku dengan jujurnya bilang bahwa rendang berasal dari daging sapi?? Kenapa aku tidak membaca dengan detail peraturan yang menyebutkan bahwa daging sapi Asia adalah sesuatu yang terlarang masuk ke Amerika (walaupun tentu dengan alasan yang kuanggap konyol). Yang kusesali dan kuanggap menjadi kegagalanku di sini adalah, kenapa aku tidak bohong tentang hal itu? Kenapa tidak kubilang bahwa rendang berasal dari ikan atau dari telur atau apalah.....

Mungkin banyak yang akan bilang, ah, kan cuman rendang?? Iya memang cuma rendang... Tapi saat ini, di kondisi low-morale dan berada dalam kesendirian seperti ini, rendang menjadi salah satu hal yang agak emosional, identitas kedaerahan yang melambangkan keteguhan semangat dalam merantau (rendang adalah persediaan makana utama pria-pria minang ketika dahulunya pergi merantau ke luar daerahnya). Rendang juga kuanggap sebagai bentuk keanggunan pribadi para wanita minang yang dengan tekunnya membuat masakan super rumit pengolahannya itu..
Ah, andai saja aku berbohong saat itu.....



2. Raibnya Nokia C7-ku
Aku masih ingat betapa senangnya aku melihat poster besar HP merek ini terpampang di Bandara International Dubai. Memegangnya sembari mendengarkan apapun suara yang dihasilkan dari dalamnya menjadi satu hal yang sangat intens saat itu. Apalagi beberapa detil dokumentasi perjalanan sudah kubuat dengan menggunakan kemampuan kameranya. Sangat sayang sekali, aku menghilangkannya di Bandara Houston tanpa sedikitpun bisa mengingat dimana pastinya aku mulai tidak memegangnya lagi.. AKu tahu, ini mungkin akan menjadi paham kecintaan yang sangat berat kepada kebendaan, bisa merujuk nantinya kepada ketidakrelaan pada apa yang sudah ditakdirkan oleh Illahi... Namun, kembali, entah karena memang sedang berada pada derajat mellow yang sudah keterlaluan, aku kembali menyesali diri, kenapa saat berada di Bandara Houston itu sama sekali tidak fokus pada barang-barang penting yang nantinya akan kuperlukan dalam menyokong kehidupan awalku di Kansas ini.... Kenapa aku tidak perhatian dengan semua detil hal yang terjadi di sekitarku saat itu?? Saat-saat menghilangnya Nokia C7 yang kubeli beberapa minggu sebelum keberangkatan ku ke Kansas ini, selalu diliputi oleh kabut, sehingga aku tidak bisa mengingat, apakah memang aku yang teledor, atau ada orang yang memang sengaja mengambilnya dariku, atau karena memang faktor lain yang tidak bisa kucegah untuk terjadi.... Hhhhh.... Aku mungkin harus lebih banyak belajar untuk ikhlas....

Nokia Seri C7



3. Bicycle
Mengendarai sepeda merupakan salah satu kebiasaan bagi mahasiswa di KU, yang tentunya akan mempercepat pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Aku sudah merasakan keinginan yang sangat mendalam untuk memiliki salah satunya sejak hari pertama menjejakan kaki di kampus Lawrence ini... Dan sudah sejak beberapa hari ini aku berusaha untuk mendapatkan salah satunya, yang used atau bekas saja.. Sudah beberapa kali surfing ke craiglist.com untuk mendapatkan sepeda bekas yang bagus... Beberapa terlihat sangat menarik dan berhasil mendapatkan feedback dari orang yang akan menjualnya dengan harga yang bagus, tapi kembali banyak hal yang merintangi, seperti yang punya itu tinggal jauh di luar kota Lawrence, sehingga aku tidak mungkin dalam keadaan sekarang untuk mencapainya. Beberapa pemilik sepeda dari Lawrence yang ingin menjual sepedanya pun juga mengajuan syarat untuk ditelepon terlebih dahulu sebelum mengadakan transaksi.. Akh, kembali mengingatkanku pada kegagalan keduaku.... Paling tidak, keterlambatanku dalam mengusahakan apapun yang mungkin untuk mendapatkan sebuah sepeda, menjadi jatuh ke dalam wacana kegagalan diri.... Harusnya aku sudah mendapatkannya beberapa hari yang lalu dengan menggunakan berbagai cara yang mungkin untuk itu....


4. Me, myself, my failure
Aku seringkali membandingkan diri dengan setiap orang yang kutemui. Dalam hal apapun. Aku tahu bahwa bersifat iri dalam hal yang keduniaan akan lebih banyak membawa kesengsaraan.... Tapi memang apa daya, karena manusia adalah makhluk yang paling kompleks secara emosional, sehingga kalaupun harus di-treatment dengan terapi psikologi tingkat tinggi agar tidak terjatuh ke dalam sifat yang merugikan ini, dia akan selalu kembali dan kembali pada keadaan ingin menjadi lebih dari orang lain.. Mungkin karena memang manusia tidak sempurna, selalu berkeinginan untuk mencari kesempurnaan dan cenderung untuk melihat kelebihan seseorang adalah kekurangan bagi dirinya dan berkeinginan untuk mencapainya. Intinya, aku selalu merasa iri dengan siapapun yang ada di sekitarku... Aku ingin punya apa yang mereka punya, aku menghendaki apa yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada mereka, tapi tidak kepadaku... Aku sukar untuk melihat apa alasannya aku tidak mempunyai kemampuan yang mereka punya,benda yang mereka miliki atau keadaan yang mereka dapatkan, karena aku dan mereka secara fisik sama tiada beda...


Aku tahu bahwa sebenarnya aku mempunyai potensi sebagai orang yang akan memperjuangkan segala sesuatunya sampai akhir... Cuma, kembali lagi pada any circumstance, dimana grafik emosionalku tidak selalu pada posisi di atas yang memungkinkan aku menafikkan semua energi negatif yang datang mendera.... Aku ingin lihat ke depan, apakah hantu berkedok kegagalan ini dapat kuenyahkan dari pikiran dan perasaanku....

Minority People




"Folks,

Now that everyone is back in town, would a 3pm lab meeting working for everyone tomorrow (Friday)?  Afterwards we could wander down to the Bird Dog......

Also, does anyone have a conflict with next Friday evening for a division beginning-of-semester BBQ??

-Rob"

Pesan dari supervisor ku pada Kamis pagi itu ternyata membawa ujian kedua dalam kemampuan bertahanku terhadap godaan makanan lokal Amrik, yang sebagian besar belum tentu sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh agama yang ku anut. Tentunya itu terjadi setelah godaan pertama yang kualami Jum'at paginya di Mrs. E's Dining Hall, Ellsworth Hall.

Supervisorku, Rob, ingin kembali menjalankan tradisi lama di department ini yang biasanya selalu melakukan pertemuan antar anggota Lab setiap hari tertentu dalam satu minggu. Nah, untuk inisiasi yang pertama ini, melalui email yang dikirim ke inbox masing-masing anggota Museum, Rob mengumpulkan kami di lantai 7 Dyche Hall pada pukul 3 sore, Jum'at minggu ini. Aku menganggap kalimat berikutnya yang mengajak semua peserta rapat untuk jalan ke Bird Dog itu maksudnya adalah setelah rapat lab, turut ke Kansas Union yang ada di samping bangunan Museum dan makan-makan biasa di sana. Kukira Bird Dog itu adalah lambang Jayhawk yang ada di depan Kansas Union yang bentuknya diplesetkan sebagai anjing, karena posenya memang agak membungkuk dan seperti anjing tampang galaknya. Ternyata, Jum'at sore itu, semua anggapan ku ternyata salah....

Paginya, sekitar jam tujuhan, aku sudah bangun dan cuci muka biar agak segaran. Lou, teman sekamarku masih menggulung di bawah selimutnya... Biarin deh, karena kayaknya, English course yang diambilnya selama semester ini akan berlangsung siang nanti. Aku bergegas ke Mrs. E untuk makan pagi yang pertama kalinya setelah kemarennya makan siang yang pertama. Untuk pagi ini tidak begitu banyak pilihan makanan yang tersedia, karena kayaknya masih disiapkan. Pengunjung Mrs. E ini juga masih sepi. Aku langsung menuju ke konter salad yang menyediakan sayuran segar. Pilihan utamanya tentu adalah sayuran segar berair seperti selada air putih dan hijau, kemudian ada batang seledri ukuran besar yang renyah dan berair, ditambah beberapa butir tomat cherry yang merah-merah dan berukuran kecil, dan beranjak ke brokoli serta bunga kol yang kayaknya di steam setengah matang untuk menjaga kerenyahannya. Kemudian di sebelahnya, ada beberapa macam tambahan salad dengan bahan yang mengandung protein seperti kacang-kacangan serta asinan labu dan ketimun serta telur orak-arik yang digoreng hampir tanpa minyak serta dengan tekstur yang benar-benar lembut. Aku mengambil beberapa variasi dan kemudian menambahkan topping berupa cairan kental yang dibuat umumnya dari saos, maizena dan campuran lainnya yang terdiri dari beberapa variasi rasa. Nah, itu baru satu bagian dari makanan pagi ini.


Kemudian di stall berikutnya kulihat ada berbagai macam pilihan sereal yang terdiri dari flake aneka rupa. AKu mengambil mangkok kecil yang disediakan di samping stall tersebut dan mengisi sekaligus dengan beberapa macam variasi yang kupikir bakal krenyes untuk snack pagi ini. Kemudian, setelah penuh mangkoknya, ditambah dengan susu coklat yang tinggal diambil dengan dari tankinya dengan menekan sebuah tuas. Untuk tanki susu ini, ada beberapa macam pilihan, selain susu coklat, ada susu skim dan susu 2% fat. Selain itu, tentu ada minuman seperti fanta, sprite, cocacola, 7 up. Minuman panas seperti kopi dan teh bisa diambil dari jug-nya masing-masing atau kalau ada yang mau sedikit repot, bisa menyiapkannya sendiri. Tak lupa, mengambil segelas lagi coklat untuk diminum. Lalu, karena memang orang Indonesia tulen, kalau makan, belum lah makan rasanya, kalau tidak dengan nasi. Nah, kebetulan pas di dekat stand yang bergambar piring penuh dengan sayuran dan nasi, aku melihat ada nasi berbumbu mirip dengan yang biasa kumakan saat berbuka puasa di Islamic Center of Lawrence.. AKu menghampiri stand itu kemudian melihat menu yang ada. Pas kubaca dengan teliti ads yang terpampang di dekat bufet nya, ternyata tertulir nama makanan yang pakai "PORK" alias daging babi. Dan di salah satu bagian bufet itu memang ada makanan dengan irisan daging yang merah pucat.. Bisa dipastikan itu adalah dagingnya hewan yang telah diharamkan dalam agama kita itu. Yaah, karena aku udah terlanjur mampir, aku minta nasi saja ke si pramusajinya.. Kemudian karena di sana juga ada jagung berikut dengan sayuran buncis yang dipotong panjang, aku minta ditambahkan keduanya ke nasi berbumbu tadi. Lalu kubawa ke meja tempat akan makan.


Lalu dimulai prosesi makan tersebut. Mulai tentunya dengan sereal dahuluk baru kemudian nasi berbumbu tadi. Nah, di sinilah yang dimaksud dengan ujian tadi. Pas aku makan nasinya, lalu mengambil sebuah buncis dari bagian sayurannya, lalu mengunyahnya, waduuh, rasanya memang sangat enak sekali. Tapi saat lagi ngunyah tersebut dan melihat lagi ke piring, ternyata di antara potongan sayuran tadi, si daging merah pucat punya binatang harap tadi nongol.. Halah maaak... Segera kumuntahkan lagi kunyahan tadi, kemudian meletakkannya di pinggir piring. Lalu aku mengambil nasinya saja, menggeser nasi yang terkena kuah sayuran tadi ke pinggir dan meneliti lagi jagung yang dimasukkan bersama dengan sayuran tadi. Untung saja, nasi dan jagungnya tidak terkontaminas. Jadilah aku hanya makan nasi jagung tadi... Hhhh... Lalu setelah ditutup dengan salad dan susu coklat, aku segera kabur sambil mengemasi piring-piring kotor dan membawanya ke bagian cuci piring. Bagian cucui piring ini tidak terlihat dari tempat makan. KIta tinggal meletakkan piring kotor ke ban berjalan yang akan membawanya terus ke orang-orang yang akan mencucinya. Di sana baru akan diambil, dibuang sisa makanannya, serta dicuci dan dikeringkan. Jadi teringat lagi dengan pengalaman saat berbuka puasa bersama dengan anak-anak Arab keturunan Abu Lahab dan ABu Jahal dulu. Karena di antara piring-piring kotor yang lagi berjalan menuju tempat cuciannya, banyak kulihat sisa makanan dalam jumlah besar di masing-masing piring. Yang artinya, masing-masng orang yang telah mengambilnya, tidak menghabiskannya dan menyia-nyiakannya. Walaupun itu termasuk daging dari si babi itu sendiri.. Wuuh.. Jadi kebayang masih banyak bangsa lain di luar sana yang menderita karena kelaparan, tapi di sini kebanyakan orang masih saja buang-buang makanannya...


Setelah selesai meletakkan piring, aku langsung keluar, menunggu bis 43 yang akan membawa ke Jayhawk Boulevard dimana nanti aku akan menunggu bis no 10 untuk ke Wakarusa. Rencananya aku akan menanyakan nomor Social Security ku yang katanya sudah bisa keluar hari itu. Cuman saat kutunggu-tunggu di depan Jayhawk Book Store, si Bis no 10 ini lama betul munculnya. Jalur ke Wakarusa memang tidak begitu banyak mahasiswa yang memakai bis, walaupun di sana banyak apartment pemondokan mahasiswa. Wajar saja karena mereka semua memakai mobil untuk ke kampus, jadi kayaknya hanya 1 atau 2 bis yang ditugaskan untuk jalur tersebut. Karena sang bis tidak kunjung jua datang, dan lab session untuk Biometric dimulai jam 11, kira-kira satu jam lagi, kuputuskan tidak mungkin lagi untuk ke Social Security Office untuk mengambil nomor SSN tersebut. Maka akupun balik ke McCollum dan istirahat sebentar sebelum masuk ke kelas.

Ternyata karena keasyikan istirahat, aku baru berangkat ke kelas Praktek Biometric kira-kira dua puluh menit sebelum pukul 11 siang. Bis 43 yang biasanya datang on time melayani mahasiswa yang bermukim di Daisy Hills ini tidak kelihatan datang. Daripada menunggu, kuputuskan untuk jalan kaki saja, melewati kawasan apartment Stouffer Place yang terpencar-pencar, kemudian melewati Family Recreational Center dan seterusnya menuju ke pertigaan antara Sunnyside dan Naismith Drive. Dari sana tinggal belasan meter menuju ke Haworth Hall tempat praktikum yang dimaksud. Setelah memasuki balkon haworth, aku langsung menuju ke ruang tempat minggu lalu kami praktek bersama dengan Patrick Monnahan. Ternyata ruangan tersebut kosong. Aku mutar-mutar nyari, siapa tau ada mahasiswa lain yang juga sedang nyari-nyari ruangan... Aku coba sms ke Kyungjin, tapi balasannya lama gak datang. Akhirnya aku teringat ucapan dari Prof John Kelly kemaren yang bilang sesuatu tentang Mallot Hall. Mungkin di sana..

Aku segera berlari ke sana. Walaupun antara Mallot dengan Haworth dihubungkan oleh semacam jembatan dari lantai 2 dan 3 nya, aku gak tau pintuny masuknya terletak di mana di Haworth. Jadi, aku turun lagi ke lantai dasarnya, keluar dari pintu dan berlari menuju pintu masuk Mallot. nah, ruangan di dalam Mallot Hall ini sedikit berbeda dengan Haworth yang terlihat lapang di dalamnya. Di dalam Mallot ini lebih sempit lorongnya, lebih banyak ruangan tertutup serta agak lebih gelap. Aku juga turun naik ke lantai dua dan tiga mencari di mana kira-kira tempat praktikum Biometric tadi. Atau paling tidak mencoba mencari seseorang yang bisa ditanya tentang perpindahan lokasi perkuliahan itu. Hhhh.... Setelah capek nyari-nyari di lantai dua dan tiga, aku turun kembali ke lantai satu. Di sana, aku ketemu dengan Chow-ru, mahasiswa asal Korea Selatan yang juga ada di kelas yang sama denganku. dari dia aku tahu bahwa praktikum ini dipindahkan ke Mallot 2014.. Artinya di lantai dua...

Chao-ru

Kami lalu naik lift dan menuju ke ruangan tersebut. Agak sulit juga karena letaknya yang jauh dari tempat kami keluar dari lift. Di pintu lift, hanya ruangan bernomor 2020 ke atas yang ada. jadinya kami harus lari-lari mencari ruangan yang dimaksud. Akhirnya, setelah ketemu, kami masuk ke ruangan kelas yang berbentuk studio dengan meja panjang di bagian depannya. Patrick duduk dengan santai di atas meja panjang tersebut, kelihatannya menunggu mahasiswa yang telat. Nampaknya hari ini tidak ada shift lagi, karena kedua kelas digabungkan menjadi satu. Setelah beberapa orang lagi masuk, akhirnya kelaspun dimulai. Kali ini, tentang pembahasan PR yang diberikan minggu lalu. Kerta PR yang kemaren kami serahkan kepada Prof Kelly dibagikan lagi oleh Patrick, berikut dengan koreksiannya, tapi tidak pake nilai. Aku dapat beberapa coretan dengan tinta mereah beserta dengan koreksian. Setelah semua mendapatkan kertasnya masing-masing, Patrick miulai membahas satu persatu soal yang diberikan dalam PR. Pembahasannya singkat dan lugas, tidak terlampau panjang, tapi cukup jelas. Beberapa soal ada yang semua mahasiswa betul, ada juga beberapa soal yang benar-benar menjebak dan hampir mayoritas dari kami tidak tepat dalam menjawabnya. Beberapa kali Gabrielle, nahasiswi asal Cuba memprotes jawaban yang diberikan Patrick, tapi semuanya bisa diselesaikan dan dijawab oleh Patrick. Maklumlah, asisten dosen untuk mata kuliah ini... Selesai membahas soal yagn terakhir, kelas dibubarkan dan kami boleh keluar. Untuk selanjutnya, praktikum Biometric akan dilakukan di ruangan mallot 2014 ini.

Sehabis dari kelas, masih pukul duabelas siang. Masih ada kesempatan untuk kembali ke Mrs. E dan makan siang sebelum pergi shalat Jum'at. Kembali deh, sibuk dengan acara pilah pilih aneka makanan dan sayuran yang tersedia di semua stand dan buffet nya Mrs. E. Menikmati semua makanan yang bergizi tinggi dan higienis tentunya, sambil memperhatikan batas-batas yang boleh dimakan dan yang tidaknya.. Mudah-mudahan semua makanannya baby-free alias gak pake daging babi gitu....



Pukul 13.30pm ketika aku selesai makan siang, sedikit agak mepet juga waktunya, sehingga aku agak berlari menuju ke shelter bus di dekat perempatan Engel Road dan Irving Road. Masih ingat kan halte yang berbentuk kotak kaca, bahkan bagian atasnya juga dari kaca, sehingga kalau sedang terik-teriknya matahari, kita akan bisa merasakan efek dari "rumah kaca?" Aku menunggu bis 11 Downtown atau 11 Iowa, yang akan lewat disamping Islamic Center of Lawrence, sehingga bisa melaksanakan shalat Jum'at di sana. Setelah menunggu sekian menit, ada satu yang lewat, 11 Downtown. Segera kunaiki dan mengambil tempat duduk paling belakang. Bisnya ternyata tidak menurun menuju Naismith Road, tapi membelok ke Jayhawk Boulevard terus sampai ke depan Kansas Union dan menurun melewati Louisiana Street dan terus ke Downtown. Sehabis melewati beberapa bangunan bawah kota, kemudian bisnya ngetem di perbatasan Massachuset Street, dekat salah satu cabang Commerce Bank.. Sopir bisnya juga ganti, dengan sopir yang lebih tua dan beramput putih semua...

Downtown of Lawrence, Massachusetts St.
 Akhirnya kuputuskan untuk terus saja ikut dengan bis tersebut, kembali menuju kampus dan shalat Dzuhur saja di asrama, karena waktu sudah menunjukkan jam 2 kurang sedikit. Sangat telat sekali kalau terus menuju ke Islamic Center. Berhenti lagi di tempat naik semula tadi, kemudian langsung menuju ke kamar mandi, mengambil wudlu, shalat Dzuhu pengganti Jum'atan yang tak jadi tadi dan kemudian tidur di kasur...

Rasanya baru saja sekejap tertidur, sudah hampir pukul 3 pula. Janji untuk pertemuan lab dengan Rob pun harus dilaksanakan. Untung saja kali ini ada Bis 43 ngetem di depan asrama. Langsung kunaiki dan setelah beberapa saat, sampai di perhentian yang di depan Kansas Union. Begitu pintu terbuka, aku langsung menuju ke pintu masuk dan mencari lift. Dengan kunci untuk ke lantai 7 yang sudah kumiliki, aku langsung naik. Ketika menuju ruang cubicle ku, Robin masuk datang dari arah ruangan Rob. Kayaknya dia sengaja mencari ku untuk pertemuan lab jam 3 ini. Aku segera mengikutinya, menuju ke ruang Rob. Di sana sudah ada Pete, Joe dan Carl yang baru balik dari Filipina melakukan perjalanan koleksi spesimen. Sesaat kemudian masuk satu orang lagi, Mike. Setelah berkenalan, kami langsung memulai rapat. Pada dasarnya rapat ini tentang koordinasi kerjaan di museum, karena akan ada perubahan secara fisik baik dari lantai tujun ini ataupun pada lantai 5 dan 4 yang merupakan bagian yang terintegrasi dari Museum ini sendiri. Di lantai lima dan empat ada ruangan untuk melakukan sekuensi DNA serta tempat penyimpanan sampel genetis secara kriogenik. Di sana akan ada perbaikan ruangan, bersama dengan perbaikan yang akan dilakukan pada ruangan di lantai tujuh ini. Perbaikan di lantai tujuh seperti yang sudah kuceritakan, merupakan perluasan tempat penyimpanan untuk spesimen burung. Spesimen jenis ini merupakan jenis spesimen yang paling cepat perkembangannya, karena begitu agresifnya Rob dan Town melakukan berbagai ekspedisi pengumpulan spesimen dari berbagai belahan dunia. Pada minggu ini saja, beberapa peti spesimen baru, baik dari Filipina yang baru dibawa oleh Carl, dari kepulauan Fiji, Bostwana serta dari beberapa lokasi lain akan tiba. Wuiih.. Nah, terkait dengan itu, juga terkait dengan perubahan di lantai lima dan empat, maka Rob menyarankan bahwa siapapun yang memerlukan pekerjaan sekuensi DNA untuk segera melakukan pekerjaannya dalam dua minggu ini, karena pekerjaan pengubahan fisik bangunan tersebut akan dilakukan pada minggu ketiga September ini. Selain masalah itu, juga ditetapkan hari Jum'at sebagai saat pertemuan untuk group lab dan nanti akan ditetapkan lagi beberapa hal yang terkait dengan museum dan kerja lab.

Carl Oliveros Hilarang
Pete

Mike Anderson


Sehabis rapat itu, barulah aku tau, berdasarkan ajakan dari Rob, kalau Bird Dog yang dituliskan di dalam emailnya bukan berada di Kansas Union, tapi merupakan sebuah restoran sekaligus Pub yang berada di Oread sebuah hotel yang sengaja dibangun beberapa tahun yang lalu di dalam kawasan kampus untuk menampung tamu yang datang ke KU ini. Letaknya tidak begitu jauh dari Kansas Union atau Museum sendiri, jadi tinggal berjalan kaki saja lima menit akan sampai.

Oread Hotel, KU

Kami, yaitu aku, Carl, Rob, Mike berjalan duluan ke sana. Pete menyusul karena akan menjemput pacarnya, Hannah. Sedangkan Robin tidak ikut karena punya rencana akan pergi di akhir minggu ini.

Nah, nah, nah, inilah ujian kedua yang kumaksud tadi. Bird dog ini bukan hanya restoran tempat makan-makan kayak di Indonesia. Tapi juga menyediakan layanan pub untuk minum minuman yang beralkohol. Dan parahnya, ternyata tradisi di Museum adalah setelah selesai rapat mingguan atau dua mingguan, akan disusul dengan acara minum-minum di resto yang ada di Oread ini. Hadoooh...

Tapi alhamdulillah, untung saja Carl yang mendahului aku menanyakan tentang masalah makanan halal dan haram. Dia juga yang menanyakan kepada pelayan resto tersebut, apakah ada minuman yang non alkohol. Dari sekian banyak minuman yang ditawarkan, aku pilih saja Lemonade yang aman dari pengaruh alkohol. Kemudian saat Rob pesan makanan pembuka, yaitu Nacho-makanan khas Meksiko kayak kerupuk, tapi disiram dengan kuah kental berisi sayuran dan daging ayam. Setumpuk besar Nacho kemudian dihidangkan oleh pramusaji dan Rob kemudian mengedarkannya ke sekeliling meja. Saat itu Pete dan Hannah sudah datang, sehingga kami masing-masing mengambil bagian. Aku yang masih takut dengan masalah halal haram makanan ini, mengambil bagian kerupuk nacho dan sayurannya saja. Kemudian setelah minuman tiba, aku makan Nacho dan minum Lemonade gelas besar tersebut. Wuih ternyata enak juga kerupuk Nacho tadi, apalagi ada sesuatu kayak terong berwarna ijo-ijo layu begitu, yang pas digigit ternyata pedasnya bukan main, sehingga pas kalau kerongkongan segera disiram dengan sesuatu yang dingin dan manis. Ya, minum lemondae tadi lah...

Nachos-Full
Bowl beer
Yang lain segera minum minumannya, berupa bir. Kalau yang cowok pake bowl yang besar banget, sedangkan cewek pake gelas yang ukurannya sama dengan gelas lemonade ku yang biasa mereka sebut dengan "pine". Akupun harus mencium bau alkohol dari gelas mereka masing-masing sambil berusaha mengikuti omongan mereka yang kadang-kadang cepat. Carl terlihat sangat bisa nyampur dengan mereka, karena walaupun dari Filipina, tapi bahasa inggrisnya sudah lumayan bagus. Katanya dia belajarnya dengan menonton film Sesame Street.

Hannah, pacar Pete

Kemudian obrolan berlanjut ke hal yang lebih remeh temeh seperti tanaman yang ditanam oleh Rob dan Hannah di musim panas ini, serta cerita-cerita lapangan selama melakukan koleksi di berbagai belahan dunia. Makin sore, makin asyik ceritanya, makin banyak juga orang-orang museum yang datang ke resto itu. Andress, Jorge, West, James serta banyak lagi yang aku kurang kenal namanya, tapi sering ngeliat wajahnya karena sering ketemu pas lagi ada seminar di Jurusan. Kemudian juga ketemu dengan istri Rob, Jane namanya. Istrinya Rob agaj kurusan dan berambut merah sebahu. Dia sudah kenal dengan semua mahasiswanya Rob dan tampaknya mereka semua akrab karena Rob sering mengundang mahasiswanya ke rumahnya, semisal untuk mengadakan barbeque... Jum'at depan kalau tidak ada halangan, kemungkinan kami juga akan mengadakan acara tersebut di tempat Rob.

Kemudian karena aku masih belum melaksanakan shalat Ashar, dan juga takut nanti jangan-jangan tergoda untuk makan sesuatu yang tidak-tidak di resto itu, akhirnya aku minta ijin kepada semua yang ada di sanan untuk balik duluan. Kemudian setelah membayar tagihan di kasir, aku segera kembali menuju Museum untuk mengambil tas yang kutinggalkan di cubicle-ku. Cubicle ini sementara masih kosong karena baru beberapa hari aku menempatinya. Mudah-mudahan nanti aku bisa mengisinya nanti dengan sesuatu yang agak meriah, karena kulihat yang lain sudah menempatkan foto, poster, postcar, boneka, buku dan sebagainya di cubicle masing-masing. Kemudian aku mengambil wudlu di restroom khusus staf museum dan shalat di cubicle ku yang syukur ternyata pas dengan arah kiblat di sini, yaitu sekitar 43 derajat ke kanan dari sumbu Utara.

Kira-kira kayak gini cubicle di tempatku kerja

Setelah itu aku berjalan kaki menuju ke Mrs. E untuk makan malam. Pikiran ku, mumpung gratis dan menyehatkan (asal tidak termakan yang haram tadi lah), kenapa tidak? Ha ha ha... Mudah-mudahan semuanya berjalan dengan lancarlah di dalam proses menuntut ilmu ini, karena aku makin menyadari betapa beratnya menyelesaikan S3 ini ..

Eh, satu lagi tentang kebiasaan orang-orang di sini, yaitu para pemudanya, suka memakai celanan dengan gaya saggy pants alias celana melorot gitu.. Cuman beda banget dari style yang dipakai mahasiswaku di Unand, yang ini kadang melorotnya kayak emang mau meragain celana dalamnya. Kalau menyitir istilah dari salah seorang rekan, yaitu NARKOBA alias Nampak Kolor Bangga... Ha ha ha ha..... Contohnya kira-kira kayak gambar di bawah ini....

Saggy Pants
NARKOBA...