Jumat, 02 September 2011

Life Summary... So far...


Tinggal di suatu tempat merupakan suatu proses adaptasi bertahap dengan segala situasi yang ada di tempat tersebut...
Tinggal di Amerika, dengan kebudayaannya yang sangat beragam, tetapi mengutamakan kebebasan individu dalam melakukan berbagai hal yang diinginkannya, telah menciptakan berbagai hal yang sangat menarik untuk disimak dan tentunya sangat berbeda dengan apa yang ditemukan di negaraku sendiri, Indonesia tercinta..

Yang pertama mau kuceritakan di sini adalah kebiasaan bertato pada komunitas masyarakat Amerika ini. Sejak mulai menjejakan kaki di Bandara International Houston, sudah kulihat kebanyakan dari para bule tersebut mentatoo berbagai bagian tubuh mereka dengan aneka macam motif tato. Setelah sampai di Lawrence, Kansas dan tinggal beberapa lama di sana, juga kutemukan bahwa bukan para pemuda atau pemudinya yang bertato, bahkan para nenek-neke pun tidak ketinggalan untuk menato dirinya. Tentunya wanita pertama yang kulihat bertato adalah Kate Ingenloff, yang telah menjemputku dari Bandara Kansas City International Airport dan mengantarku sampai ke Lawrence ini. Nah, terdapat perbedaan antara tato pada cowok dengan yang cewek, walaupun pada saat tertentu pernah juga kulihat sepasang cowok-cewek yang merajah seluruh tubuhnya dengan motif-motif aneka rupa dan warna. Hal itu tentu saja mudah diamati di musim panas ini, karena seperti yang sudah kugambarkan pada note sebelumya, para bule dan orang-orang yang sudah tinggal lama di sini pada umumnya mengenakan pakaian serba terbuka di musim ini. Perbedaan yang kumaksud tadi adalah, kalau pada pria, tentu saja mereka mengikuti insting maskulinitas mereka, sehingga tato bisa ditemukan pada lengan, baik atas atau bawah, pada dada, permukaan atas kaki atau di pundak. Itu semua kan bagian-bagian yang menonjolkan otot kelelakiannya, walaupun tentu masih banyak lagi bagian yang bisa ditato, sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Sedangkan yang cewek juga gak kalah dengan menggunakan tato pada bagian-bagian yang menurut mereka akan tampak seksi. Misalnya, di bagian tumit, betis, di pundak, dekat (ehem) PYDR.... tentuin sendiri kepanjangannya, juga di dekat pusar atau di punggung bagian bawahm nyaris berbatasan dengan bokong. Nah, yang parahnya, para cewek yang membuat tatoo di bagian yang sensitif ini cenderung suka pamer, sehingga, yaaaahh... Diumbar deh ke sana kemari... Gak mahasiswa, gak orang luar non kampus, gak para pekerja kasar, pekerja kantoran, staf administrasi bahkan ke petugas perpustakaanpun dan nenek-nenek yang besok hari mau modar pun make tato di tubuhnya... Amit-amit nih negara....


Maskulin
Feminin.....
Nah lo...

Kemudian kebiasaan menggunakan kendaraan tak bermesin, yang paling umum di sini maksudnya adalah sepeda.. Beberapa menggunakan otopet, ada juga yang ahli menggunakan skateboard, seperti salah seorang teman se labor ku, Jesse.. Dia ini di samping jago main skateboard, juga punya tato. Kalau aku sih gak masalah dengan nya, karena anaknya pintar sih.. Di dalam kelas, dia selalu aktif berdikusi dengan dosen yang mengajar.


Memang kendaraan pribadi seperti ceritaku kemaren banyak dipunyai masing-masing mahasiswa, terutama yang sophomore (mahasiswa tahun kedua) ke atas, tapi tak jarang juga banyak yang lebih memilih sepeda sebagai alternatif kendaraan mereka. Dan asyiknya, di masing-masing gedung, disediakan tempat parkir khusus untuk sepeda, termasuk tempat untuk menegakan dan memasang gemboknya. Ohya, supervisor ku, Rob Moyle juga memakai sepeda. Pernah kulihat sebuah sepeda balap hitam dan helm nya mejeng di luar ruangannya. Tak lupa juga Kristalka, si rambut awut-awutan yang jenius dari lab geografi dan pelaontologi, pernah ketemu denganku di toko sepeda, tempat aku menitipkan perbaikan sepeda yang kubeli dari Bob Furer (ingat ceritaku tentang membeli sepeda melalui situs Craiglist). Walaupun sampai sekarang belum ada kabar beritanya bagaimana sepeda yang kutitipkan di bengkel itu... Udah beres atau belumnya masih menunggu kabar dari tukang bengkel.... Ngaret juga dia, karena dulu katanya cuman seminggu, nih udah hampir dua mingguan belum ada juga kabar beritanya... Hhhhh....


Cycling through the way...

Kemudian kebiasaan berikutnya yang agak sedikit membuatku jijay menuliskannya adalah yang terkait dengan masalah restroom di lantai 4 tempat ku tinggal sekarang di MCCollum Residence Hall. Kupikir karena aku tinggal di antara pemuda-pemuda harapan bangsa (Amerika), yang pastinya sudah mempunyai intelektual tingkat akut, yang pasti akan sensitif dengan segala bentuk hal yang menimbulkan kejijayan masyarakat umum, ternyata masih kutemukan juga yang tidak melakukan flush (menyiram) WC nya sehabis buang air besar atau kecil.. Kadang-kadang, aku terpaksa menekan tuas flush di masing-masing jamban itu, karena kan gak enak juga kan, kita udah ngeliat emas 24 karat tersebut ngapung-ngapung, sementara kita mau boker? Toilet di restroom masing-masing lantai dan side (south, east dan west) merupakan ruangan yang berisikan 3 baris toilet yang dipisahkan oleh partisi, kemudian ada juga dua laterine buat pipis sambil berdiri (gak tau kalau di toilet yang cewek gimana), empat kamar mandi dengan shower dan ditutupi cuman dengan kain kerai putih, serta enam wastafel menghadap cermin, yang dibuat dalam dua barisan yang terpisah dinding. Di sini awalnya aku sempat kagok juga, gimana mau mandinya, gimana mau bokernya dan terutama-cebokannya. Kemudian, satu solusi kutemukan dengan membawa baskom kecil untuk menampung air dan setelah selesai menggunakan tisu gulung (yang tingkat kebersihannya sangat kuragukan), disambung dengan cebokan menggunakan air. Lumayan lah, walaupun belum terbiasa menggunakan WC duduk ini, paling tidak rasa aman dan nyaman sebagai syarat utama selesai dari toilet bisa tercapai. Kembali ke kasus WC dan laterine yang tidak di flush tadi, aku masih kepikiran, siapa sih di antara yang tinggal di lantai 4 south ini yang begitu malasnya nekan tuas flush itu?? Apakah para bule, para mahasiswa yang dari Jepang atau China? Para kulit hitam? Atau seorang cowok Perancis yang tinggal beberapa pintu lewat dari pintu restroom tadi? Pokoknya aku gak mau tau lah.... Urus urusan masing-masing.. Yang penting aku selalu flush kalau udah selesai.. Biar kampungan, tapi yang penting bersih deh dalam urusan yang satu itu..

Restroom Ideal...

Cerita selanjutnya agak menyimpang dari masalah kebiasaan ini. Aku mau cerita tentang hidup di asrama McCollum ini. Aku menempati kamar 462, kamar di lantai empat, berada pada sisi selatan dari tiga sayap yang dipunyai asrama ini. Kayaknya gak ada lagi mahasiswa grad yang tinggal di tempat ini karena semuanya rata-rata adalah mahasiswa undergrad (S1) dan tentunya dalam masalah pergaulan masih agak urakan lah. Tapi aku gak masalah juga, karena mereka masih dalam batas kewajaran sikapnya, dan yang penting menghormati kebebasan dan privasi orang lain. Teman sekamarku orang China, yang mau mengambil S2 di bidang komputer, namanya LOu Chang.. Orangnya agak rada-rada gemuk, berambut cepak. Bahasa Inggrisnya masih semi intermediet lah, jadi kadang-kadang ada ucapanku yang kurang dimengertinya.. Tidak heran karena sekarang dia masih mengambil intensive course selama fall ini untuk memantapkan bahasa Inggrisnya sebelum mulai perkuliahan di semester depan. Itupun tergantung dengan lulus atau tidaknya dia nanti dari tes berikutnya di akhir semester... Lou Chang hanyalah satu dari sekian banyak pemuda etnis China yang kuliah di sini. Mereka rata-rata kuliah karena memang mempunyai ortu yang tajir bin kaya... Buktinya saja, si Lou Chang ini baru beberapa minggu udah punya kompi lengkap, HP, beli banyak sepatu, beli buku lewat amazon.com, juga beli raket tenis yang dipakainya untuk main tenis di lapangan di luar kampus... Yah, biarin aja. Gak perlu sirik. Karena aku juga punya standard hidup yang beda dari dia. Gak perlu tinggi-tinggi banget, tapi yang penting bisa bertahan hidup di saat-saat transisi ini..


Kemudian lanjut cerita tentang McCollum ini. gedung ini berlantai sepuluh, dengan lantai dua sebagai lantai yang pertama kali kita masuki dari pintu utama. Ini juga merupakan ciri dari gedung-gedung di KU ini, mereka cenderung mulai dari lantai dua ke atas, saat kita masuk dari pintu utamanya. Itu karena kompleks ini dibangun di kawasan perbukitan. The Natural History Museum saja kalau dimasuki dari gerbang utamanya, udah langsung sampai ke lantai 4. Sementara tiga lantai lainnya terletak di bawah tanah. Alasan lainnya selain kontur perbukitan ini, yaitu untuk kepentingan perlindungan. Terutama dari bencana alam yang ditimbulkan oleh angin. Kansas sering dilanda oleh topan dan badai, serta beberapa kali tornado.

Hurricane
Tornado

Nah, yang di McCollum, lantai satunya yang berada di basement. Di setting mirip dengan lobby di lantai duanya, tapi sedikit lebih sempit dan lebih sepi, karena gak banyak orang yang mau kongkow-kongkow di sini. Di samping itu, di lantai basement ini terdapat ruangan khusus untuk laundry.. AKu baru sekali menggunakan ruangan tersebut, karena biasanya kalau makai baju agak dihemat... Artinya, setelah dipakai, langsung digantung di hanger, kemudian ganti makai baju yang lain. Setelah baju yang pertama didiamkan dua tiga hari, dan diasumsikan sudah "dingin" kemudian dipakai lagi. Setelah itu diulangi proses yang sama, sehingga baru sekitar dua mingguan, baru terkumpul cukup banyak cuciannya. Di samping itu, nge-laundry di tempat ini juga bayar. Kita gak bayar ke orang yang jaga laundry, tapi langsung ke mesinnya, karena sudah dilengkapi dengan tempat insert koin. Satu kali nyuci biayanya $1.25. Biasanya lama mencucinya 27 menit, bisa kita atur dengan suhu berapa dan jenis kainnya apa. Setelah masukin koin quarter dollar sebanyak 5 buah, lalu tekan tombol start dan biarkan saja sampai selesai. Di sini yang namanya deterjen gak ada. Nyuci pakai sabun yang bentuknya cair dan berada dalam botol atau kontainer yang pake pegangan. Sekali nyuci bisa make dua atau tiga kali tutup botol yang langsung jadi takarannya. Gak tau juga dengan busanya, apakah banyak atau tidak, karena kayaknya gak begitu lengket dan gak menimbulkan busa saat mencuci.

Laundry Room

Nanti setelah selesai, mesinnya akan berhenti sendiri. Kita harus melanjutkan proses nge-laundry ini dengan mengeringkannya di mesin pengering. Gak ada ceritanya pake jemuran di sini. Bayangkan berapa luas lahan yang harus disediakan pihak universitas untuk menampung jemuran 900 orang mahasiswa McCollum ini? Belum lagi kalau mahasiswa di dorm yang lain juga minta hal yang sama.. Norak kan, kampus modern dan mentereng, asrama mahasiswanya dipenuhi jemuran (gak terhitung jemuran "antik" ha ha ha...

Jemuran Super Antik...

Selanjutnya, masih tentang McCollum ini juga, lantai dengan nomor lantai ganjil diperuntukkan untuk cewek, sedangkan yang bernomor genap, diperuntukkan untuk yang cowok. Sama halnya dengan lantai yang kutempati sekarang. Lantai nomor 4 kan? Masing-masing lantai ditugaskan beberapa orang sophomre sebagai RA (Room Assistant). Untuk lantai empat ini, ditugaskan tiga orang mahasiswa yang semuanya keturunan. Yang pertama seorang gadis keturunan TimTeng yang wajahnya mirip dengan Salma Hayek, tapi ketusnya mirip-mirip dengan Mpok Atik.. Terus ada dua orang pemuda, satu keturunan Cuba, agak gemuk dan satu orang lagi kulit hitam yang pengen jadi rapper.. Mereka ini yang pada hari-hari awal kedatanganku ke McCollum ini yang menjadi sumber informasi tentang lantai yang kutempati ini. Masing-masing sayap gedung di lantai ini dilengkapi dengan satu ruang restroom, dengan detail seperti yang kuceritakan tadi. Nah, ruanganku yang bernomor 462 ini terletak persis di sebelah kanan setelah pintu masuk ke sayap selatan gedung ini. Ruangannya dilengkapi dengan dua kasur dengan tempat tidur, dua meja, dua kursi, satu lemari bofet, dua closet tempat meletakkan baju dan satu outlet untuk sambungan internet. Sampai saat ini aku masih bermasalah dengan kenop pintu ku.. Penah satu kali ketika akan pergi sebentar ke restroom, aku meninggalkan kunci di dalam kamar begitu saja. Ternyata, setelah ditutupkan, pintu kamar tersebut mengunci dengan otomatis. Terpaksa sehabis balik dari restroom, aku harus turun dua lantai untuk meminta kunci cadangan ke front desk, pas saat bertemu dengan Salma hayek gadungan yang super ketus tadi... ha ha ha.. Biarin lah, yang penting kunci dapat. Saat kuberitahu tentang hal ini kepada Lou, dia hanya ketawa ketiwi saja.. Ternyata dia sudah mengalami juga hal tersebut dan juga sempat meminta kunci cadangan ke front desk di lantai 2 tadi. Akhir, sampai saat ini, walaupun cuma sebentar keluar kamar, aku tetap membawa kunci kamarku. Dan juga baru sekarang aku menyadari fenomena dari warga McCollum ini: mereka selalu mengalungkan kunci kamarnya di leher. Ternyata eh ternyata, pintu yang mengunci sendiri tadi merupakan kasus umum di sini..


Selaku fasilitas yang menampung hajat hidup orang banyak, McCollum gak punya ruang makan khusus layaknya sebuah asrama. Di sini hanya tersedia tempat membeli minuman dan makanan ringan otomatis yang harga makannya paling tinggi mencapai $1.25. Sedangkan kalau mau makan yang agak berat dan gak bayar (menggunakan kartu ID mahasiswa), berada di Lewis Hall, yang jaraknya sekitar 500 meter dari McCollum. Di sana ada yang namanya Mrs. E's Dining Hall, yang dikhususkan untuk cafetaria bagi semua mahasiswa dorm yang berada di Daisy Hills. Aku juga sebenarnya baru tadi siang mencoba makan di sana..

Ruangan Mrs. E's ini cukup besar, dengan beberapa block untuk tempat mengambil makanan, sehingga jika mahasiswa lagi banyak-banyaknya datang, mereka akan bisa ditampung dengan baik, tanpa bikin antrian yang terlampau panjang. Kemudian dining hall nya juga sangat luas dengan pemandangan yang bagus menghadap ke landscape main campus KU yang sangat indah, terutama kalau sudah sore hari, karena sinar matahari tepat masuk dari jendela-jendela kaca di sepanjang pinggiran dining room ini... Ternyata memang enak makan di sini, karena semua jenis makanan yang bergizi tinggi dan higienis ada di sana... wah, bisa untuk menggemukan body dong... ha ha.. Mrs. E's ini bukanya dari jam 7 pagi sampai dengan janm 7.30 malam, dengan tidak ada interval waktu istirahat. Waktu makan siang tadi, yang kucoba dari beberapa menu yang tersedia adalah makanan yang non daging. Karena walaupun menggunakan daging sapi, aku takutnya daging tersebut tidak halal karena hewannya tidak disembelih dengan cara yang halal. Jadi, menu yang kupilih adalah fries ring, sweet corn dan pasta sebagai makanan utama, kemudian dilengkapi dengan salad sayuran, choco chip flake dengan susu coklat plus susu coklatnya segelas... Wuih, pas kenyangnya.. Tidak telampau gembung dan tidak pula kurang.. Jadi sampai malam ini masih terasa kenyangnya. Sehingga rencana untuk datang lagi ke Mrs. E's untuk makan malam, tidak jadi dilakukan... He he he....

Mrs E's indoor view...

Ha ha ha... Mudah-mudahan hidup di sini makin mudah dengan banyaknya fasilitas yang bisa dimanfaatkan.. dan tentunya kuliah ku juga bisa berjalan dengan lancar... Cerita tentang teman-teman Indonesia yang baru saja kudapatkan dalam beberapa hari belakangan ini nanti saja kubuat lagi.. Sudah ngantuk...

.............................................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar