Minggu, 04 September 2011

Minority People: Meet the Indonesian


Inilah beberapa orang Indonesia yang telah kutemui selama berada di Kansas ini... Kemungkinan daftarnya akan terus bertambah, karena yang dituliskan di sini kebanyakan adalah grad studentnya.. Belum semua undergrad, sehingga tulisan tentang orang-orang Indonesia di Kansas ini nantinya akan dibuat sambungannya.. Nah, mereka-mereka ini akan dirinci sesuai dengan urutan pertemuannya dengan ku..

Affan Irfan


Affan Irfan, paling kanan

Bapak ini sebenarnya orang berbahasa Melayu pertama yang kutemui ketika mengunjungi Islamic Center of Lawrence untuk ketiga kalinya. Waktu itu, Gareth yang menunjukkan kepadaku, bahwa hari itu masakan untuk iftar di Islamic Center dibuat oleh orang Indonesia dan ketika diantar ke dapur yang ada di basement, Bapak inilah yang kutemui. Waktu itu aku salah mengira bahwa namanya adalah Marlyn Dian Laksitorini (seperti yang ku ceritakan pada note-note terdahulu). Nama yang kusebutkan ini ternyata adalah nama seorang perempuan asal Semarang. Nanti setelah bercerita tentang Pak Irfan ini, baru aku akan bercerita tentang Mbak Marlyn ini, karena memang dia orang Indonesia kedua yang kutemui. Nah, kembali ke Pak Irfan, pada awal pertemuan itu aku menyangka dia adalah orang Malaysia keturunan Indonesia, karena Bahasa Indonesianya yang lancar. Tidak salah, tapi tidak juga benar sepenuhnya.

Pak Irfan ini adalah orang Sunda asal Garut (mendapat koreksian dari orangnya langsung, katanya bukan Garut.. nah lo, bingung kan guanya), kemudian menikah dengan wanita Malaysia dan pada tahun 1987 datang untuk berkuliah di KU ini (urutan yang mana dulunya, nikah atau kuliah, agak kurang tau juga, tapi kemungkinan kuliah dulu baru nikah ya?? He he he). Setamat kuliahnya, pada tahun 1994 dia sempat balik ke Indonesia dan bekerja selama tujuh tahun di salah satu daerah di Jawa kalau tidak salah (pasti bener dong). Tapi jangan kaget, saat ngomong dengannya, gak ada kedengaran logat-logat Sundanya yang halus itu. Malahan beliau ngomongnya cenderung ceplas ceplos dan agak kasar mirip dengan orang Minang tepi pantai. He he he. Sekarang beliau sudah menjadi warga negara Amrik dan pada Ied Mubarak kemaren kami yang warga negara Indonesia ramai-ramai mengunjungi rumahnya. Beliau punya 5 orang anak, dengan anak yang paling kecil, Ridwan, berjarak sekitar belasan tahun dari kakaknya yang nomor 4. Wihihihi, si Ridwan ini walaupun kecil-kecil gitu, sudah gape banget ngomong bahasa Inggris. Tentunya dia juga bisa paham dengan bahasa Melayu dan kemungkinan bisa berbahasa Arab, karena Ibunya ditugaskan mengajar di salah satu Universitas yang ada di negara padang pasir itu.

Sebagai salah seorang tokoh Islam yang sudah cukup lama tinggal di Amerika ini, beliau dianggap sebagai seorang anutan, terutama oleh warga negara Indonesia dan Malaysia. Dia juga menjadi anggota dewan Mesjid untuk Islamic Center of Lawrence ini. Walau sudah lama di rantau dan kemungkinan jarang sekali pulang ke tanah leluhurnya, aku tahu kalau rasa nasionalismenya masih lekat tertinggal di Indonesia. Ini terbukti ketika kudengar ceritanya sat berkuliah dahulu yang sampai-sampai menghajar dan mengerjai seorang WNI China yang nyata-nyata menghina Indonesia di Kansas tersebut. Sampai akhirnya si China tadi pindah universitas. Lah iya lah, aku sendiri juga mungkin akan bertindak yang sama jika ada warga negara kita sendiri yang mencemarkan nama baik Indonesia ketika berada di luar negeri dan kedengaran lagi sama salah satu warganya yang juga ada di tempat yang sama.. Salut deh pak.. Juga terima kasih atas segala bantuannya untuk si Bapak ini yang sekarang tengah berada di Arab Saudi untuk mendampingi istri beliau mengajar di Universitas setempat. Beliau banyak memberikan saran dan nasehat seputar bagaimana tinggal di Lawrence ini....


Marlyn Dian Laksitorini

Ki-ka: Suaminya mbak Becca (kakinya doang), aku, Mbak Becca, Mbak Marlyn, Mbak Nanik, Ester dan Mas Kus

Aku pertama kali ketemu dengan Mbak yang suka ceplas ceplos kalau ngomong ini ketika mau mengikuti Housewarming di Hilltop. Saat itu dia ikut membantu meletakkan barang-barang keperluan rumah tangga yang akan diperebutkan oleh para mahasiswa yang memerlukannya. Saat itu dia tidak begitu banyak ngomong karena sibuk kerja dan karena akan segera berangkat untuk pertemuan dengan kelompok mahasiswa Indonesia di Kansas City. Nah, kali kedua aku ketemu dengannya adalah saat aku bertemu dengannya yang lagi masak di Islamic Center buat iftar para hadirin. Aku masih gak ngeh kalau nama para donatur masak di Islamic Center itu adalah nama dari Mbak ini. Pertemuan berikutnya adalah saat selesai berbuka puasa beberapa hari kemudian, saat itu dia mau kembali ke apartmentnya di Stouffer Place Apartment. Saat itu kami sempat bercakap-cakap sebentar dan dia memberitahukan bahwa kemungkinan akan ada pertemuan mahasiswa Indonesia ketika selesai shalat Ied. Cuman, setelah itu dia dengan segera masuk ke mobil salah seorang jamaah yang akan mengantarnya ke apartmentnya.

Perempuan yang satu ini memang terhitung agak beda. Aku boleh saja menganggap bahwa apa yang kulakukan sebelum berangkat ke Kansas ini sedikit nekad, karena baru menikah tiga minggu, langsung pergi meninggalkan rumah dan istri dan keluarga untuk waktu yang lama. Dia lebih nekad lagi. Setelah selama hampir satu tahun berada di Kansas untuk kuliahnya (dia masuk 3 semester yang lalu), kemudian dia pulang satu minggu ke Indonesia..... Cuman untuk menikah dan langsung kembali ke Kansas dan meninggalkan suaminya... Nah lo... He he he... Aku juga sampai geleng-geleng kepala ketika mendengarkan kisahnya ini. Sama-sama jomblo karena situasi dong kita Mbak...

Satu lagi cerita tentang Mbak ini adalah dia baru saja pindah ke Stouffer dalam semester ini. Sebelumnya ia tinggal di apartment sewaan di sekitar Iowa Street bersama dengan dua orang temannya. Saat ini kebetulan dia lagi ditimpa kemalangan, karena dia dan dua orang teman sekamarnya dituntut oleh Landlord (induk semang) nya dengan jumlah yang cukup fantastis menurut kami, $5100. Ceritanya, dia dan tiga orang temannya ini melanjutkan kontrak penyewaan apartment tersebut dari orang India yang sebelumnya tinggal di sana. Kontrak yang dibuat oleh orang India tersebut berdurasi dua tahun, tapi karena dia hanya tinggal setahun, maka dia mencari ganti orang untuk menyelesaikan kontraknya tersebut dan masuk lah Mbak Marlyn ini beserta dua orang temannya. Nah, setelah selesai kontraknya di apartment ini dan pindah ke Stouffer, si landlord kemudian mengganti karpet, mencat dan memperbaiki apartment tersebut dan kemudian membebankan expenses nya ke si Mbak dan teman-temannya. Tentu saja mereka kaget, karena merasa kontraknya sudah selesai dan tidak ada lagi masalah dengan yang punya apartment. Saat kami kumpul-kumpul kemaren dia bercerita bahwa dia tidak diberikan salinan kontraknya, juga tidak mendapatkan pengembalian atas depositnya. Tapi dia sudah merencanakan untuk berkonsultasi dengan jasa hukum (lawyer) yang disediakan oleh pihak Universitas dan mudah-mudahan persoalan ini dapat diselesaikan tanpa perlu merugikan pihak si Mbak. Kan kasihan juga harus membayar sekitar $1700 per orang. Mana dia belum dapat uang saku untuk bulan Agustus ini dari Fullbright.

Doakan yah si Mbak ini......

Taufik Dawud

Aku ketemu dengan Abang yang berasal dari Aceh ini saat selesai shalat Jum'at di Islamic Center, masih dalam bulan Ramadhan. Cuman sayangnya dia gak masuk dalam foto di atas, karena lagi ada urusan kuliah dan harus pulang lebih cepat... Kalau penasaran dengan orangnya, search saja di FB dengan nama FB Taufik Dawood. Orang nya baik, ceplas ceplos juga. Beliau ini belajar ekonomi untuk S3nya dan mengajar di Universitas Syahkuala Aceh. Saat ketemu di Islamic Center tadi, aku langsung saja merasa kalau dia adalah orang Indonesia. Mungkin ini salah satu insting sebagai warga negara yang baik dan benar, yaitu bisa menemukan warga negara Indonesia lainnya saat berada jauh di perantauan. He he he... Saat itu kami langsung pergi berbelanja ke Walmart dengan menaiki Bis 11 Iowa dan tentunya, karena saat itu sudah lama tidak ngomong dalama bahasa Indonesia, jadilah kami bercerita panjang lebar tentang semua hal, baik yang di tanah air ataupun yang sedang terjadi di Kansas ini. Tentang bagaimana Indonesia, tentang bagaimana prospek masa depan di Tanah Air Tercinta itu dan sebagainya...

Bang Taufik ini sudah menikah dengan seorang WNI turunan China (cakep lho istrinya pas ku lihat fotonya di apartment Stouffer tempatnya tinggal). Sudah punya anak dua orang, yang kecil laki-laki berumur baru 18 bulan. Abang ini berencana untuk nanti membawa istri dan keluarganya setelah dia menyelesaikan proposal penelitiannya. Karena katanya masih agak repot untuk membawa-bawa keluarga saat dia masih kerepotan mengurus ini itu di KU ini.. Sekalian juga mau menabung, karena katanya, dengan menjomblo begini, dia bisa lebih irit dalam belanja kebutuhan sehari-hari.. Hmmmm... Mungkin betul juga.. Yang jelas, hampir tiap kali aku sms dia, dianya selalu bilang lagi sibuk mengerjakan PR nya yang seabrek-abrek dari dosennya. Dia katanya selalu mengoreksi ulang PR yang telah dikerjakannya, untuk memperbaiki bahasa dan kontennya juga, karena takut nanti dapat nilai jelek. Oke deh Bang, kita satu visi dalam hal ini.

Mbak Nanik dan Mas Kuswadi

Kedua pasangan suami istri ini kutemui saat Lebaran kemaren, karena kami kumpulnya di rumah Mbak Nanik ini. Sedangkan Mas Kus sendiri tentunya kutemui saat shalat. Dia datang bersama dengan Bang Taufik. Perasaan aku pernah lihat Mas Kus ini beberapa hari sebelumnya saat lagi tarawih di Islamic Center. Cuman karena tidak yakin saja dia orang Indonesia dan karena tarawih yang begitu intensif, makanya gak sempat menyapanya, seperti saat aku menyapa Bang Taufik sesaat setelah selesai Shalat Jum'at. Mas Kus ini juga mengajar di Universitas, yaitu Universitas Negeri Makasar, walaupun sebenarnya di berasal dari Sunda. Mbak Nanik istrinya, yang tengah hamil delapan bulan, katanya kerja di BPK. Tapi si Mbak ini tidak ikut-ikutan kuliah di KU ini. Dia hanya menjadi spouse untuk Mas Kus yang tengah mengambil S3 untuk bidang ilmu kepengajaran di sini.

Ketika bertemu dengan mereka di apartmentnya di Stouffer 263, kami langsung menjadi akrab. Karena memang sebelumnya sudah berkomunikasi dengan FB.. Juga karena sesama perantauan dan merasa senasib di sini.. Tentu juga karena opor ayam, kolak pisang, sambal goreng ati dan beberapa jenis masakan Indonesia lainnya yang membuat kami dengan enak ngobrol ngalor ngidul ke sana kemari.. Setelah itu, Mbak Nanik memanggil tetangga-tetangga lainnya, orang Indonesia juga, tapi non muslim untuk bergabung. Yang kelihatan di dalam foto adalah Mbak Becca dan suami nya (aku lupa namanya). Tentu saja, yang namanya ajakan makan-makan akan ditimpali dengan segera oleh orang yang diajak.. Maka berkumpulan beberapa orang, yaitu si Mbak Becca dan suaminya, serta Ester.


Mbak Rebecca dan suaminya

Mbak yang satu ini berasal dari Medan, karena punya marga batak dianya. Suaminya juga batak dan jadi spouse buat si mbaknya. Mbak Becca ini sejurusan dengan Mas Kus dan kayaknya akan lebih dahulu seminar proposal dibandingkan dengan Mas Kus. Layaknya orang Batak pada umumnya, bicaranya keras dan ceplas ceplosnya gak ketinggalan (mungkin karena itulah kami semua bisa akrab, karena sama-sama cuka ceplas-ceplos). Saat cerita tentang sesuatu, dia sangat semangat sekali, termasuk cerita saat dia mau dihipnotis oleh seseorang saat pergi belanja di daerah Blok M Jakarta. Si tukang hipnotis sampai-sampai menyerah karena hipnotisnya ak mempan dengan si Mbak ini.. He he he... Kalau suaminya kelihatannya agak pendiam, hanya sesekali menimpali pembicaraan kami.

Esteria

Si Ester ini mengambil S1 untuk jurusan Kimia, sehingga dia berada di Mallot Hall sebagian besar kuliahnya. Anaknya juga mungkin keturunan Batak atau Menado kalau dilihat dari namanya. Dia sudah bawa mobil sendiri, karena setelah ngumpul-ngumpul di rumahnya Mbak Nanik, dia membantuku pergi ke Wakarusa ke Social Security Office untuk mengurus SSN ku. Orangnya baik, ngomongnya sering dicampur antara Indo dan Inggris, mirip-mirip Cinta Laurah... Katanya dia punya pacar orang Amerika sini.. Wuiiih....Mantap.... Kemungkinan dia akan tinggal dan mencari pengalaman di sini sehabis menyelesaikan pendidikannya. Yah, didoakan sajalah Ester... Semoga tercapai cita-citanya...

Sebenarnya masih banyak orang Indonesia di Lawrence ini, menurut Mas Kus dan Mbak Nanik. Cuma karena kebanyakan dari mereka adalah anak-anak Undergrad dan sekolah atas biaya ortunya sendiri, makanya jadi jarang ketemu. Maksudnya, mereka yang disekolahkan oleh ortunya tersebut kebanyakan adalah anak-anak keturunan Chinese kaya raya yang pastinya juga banyak yang non muslim sehingga jarang lah bisa ketemu dengan kami-kami yang sudah lebih tua dan Muslim ini. Dan perlu diketahui kalau kebanyakan dari mereka yang kusebutkan di atas ini, kecuali Pak Irfan dan Ester, menerima beasiswa dari Fullbright... Jadi, paling-paling cuma bisa ketemu dalam event nasional Indonesia yang diadakan di Kansas ini. Tapi sementara mengenal mereka-mereka ini juga udah lumayan cukupan lah... Lumayan mengusir rasa rindu kepada Tanah Air yang berada di belakang bumi yang tengah kupijak sekarang....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar